Minggu, 17 April 2011

Sirosis Hati disertai Asites

PENDAHULUAN

Sistem gastrointestinal merupakan sistem pencernaan yang ada pada organisme. Sistem gastrointestinal berfungsi untuk memproses dan menyerap zat-zat yang masuk kedlam tubuh sebagai proses dalam metabolisme tubuh.

Organorgan penyusun sistem gastrointestinal terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektu dan kolon, dan organ tambahan yaitu hati, empedu, dan limpa. Sistem pencernaan yang sehat ditandai dengan proses pencernaan yang normal, apabila pencernaan terhambat akibat keabnormalan dari organorgan penyusun sistem gastrointestinal ini maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit dan komplikasi dari gangguan gastrointestinal tersebut hingga menyebabkan kepatalan yang menyerang secara tibatiba.

Kelainan dan masalah sistem pencernaan ini adalah masalah yang paling sering dikeluhkan pasien. Untuk itu usaha untuk menghasilakn dokter yang berorientasi kepada keluarga ( family oriented medical education )yang menelaah aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif adalah mutlak dipelajari.

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning oranye (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk . Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis hati yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati.

MODUL

SKENARIO

Ibu Siti berusia 30 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan perut membuncit sejak lima bulan, yang semakin lama semakin membesar . Pada pemeriksaan fisik dijumpai sen . CM , tampak anemis , temp 36.70C . Perut buncit, tampak colateral vein pada perut, serta tampak spider naevi .

Apa yang terjadi pada Ibu Siti dan tindakan apa yang anda lakukan ?

KLARIFIKASI MASALAH

I. TERMINOLOGI DAN KONSEP

a. Collateral Vein

Ø Aliran yang timbul untuk menghindari obstruksi hepatik akibat pembebanan di sistem portal sehingga tampak pemekaran kecil di bagian perut .

b. Spider Naevi

Ø Berupa arteriol sentral dengan pembuluh-pembuh tipis yang menyebar seperti laba-laba, sering muncul di leher, bahu, dan dada .

c. Anemis

Ø Tampak pucat akibat dari kadar Hb dibawah nilai normal

II. MENENTUKAN MASALAH

a. Ibu Aminah (30 tahun), datang ke rumah sakit dengan keluhan perut membuncit sejak lima bulan , yang semakin lama semakin membesar .

b. Pada pemeriksaan fisik dijumpai sen . CM , tampak anemis , temp 36.70C . Perut buncit, tampak colateral vein pada perut, serta tampak spider naevi .

III. MENGANALISIS MASALAH

a. - Adanya gangguan perfusi cairan

- Adanya cairan dalam perut

b. - Adanya tanda sirosis hati

- Tanda dan gejala asites

IV. KESIMPULAN SEMENTARA

Berdasarkan tanda dan gejala, maka dapat disumpulkan bahwa Ibu Siti (30 tahun) mengalami ganguan fungsi hati kronis yang ditandai dengan adanya asites .

V. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi organ hati

2. Mengetahui dan memahami tentang Asites, yakni meliputi :

a. Defenisi asites

b. Mekanisme terjadinya asites

c. penyakit – penyakit kronik yang dapat menyebabkan asites

3. Mengetahui dan memahami tentang sirosis hati, yakni meliputi :

a. Defenisi

b. Etiologi

c. Tanda dan gejala

d. Patofisiologi dan Patogenesis

e. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang

f. Penatalaksanaan meliputi :

· Promotif

· Preventif

· Kuratif

· Rehabilitatif

g. Komplikasi dan prognosis

S
TATUS PASIEN

Berikut adalah status pasien berdasarkan skenario:

A. ANAMNESIS PRIBADI

C Nama : Siti

C Umur : 30 tahun

C Jenis Kelamin : Wanita

B. ANAMNESIS PENYAKIT

C Keluhan Utama : perut membuncit sejak lima bulan yang semakin lama semakin membesar

C Keluhan Tambahan : -

C. RIWAYAT PENYAKIT

C Riwayat Penyakit Sebelumnya : -

C Riwayat Penyakit Keluarga : -

C Riwayat Pemakaian Obat : -

D. PEMERIKSAAN FISIK

C Pemeriksaan Vital Sign

Ø TD : -

Ø HR : -

Ø RR : -

Ø T : 36.7ºC

C Inspeksi : Sens.CM, lemas, anemis , collateral vein dan spider naevi .

C Palpasi : -

C Perkusi : -

C Auskultasi : -

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

F. DIAGNOSIS : Sirosis Hati dengan Asites

G. DIAGNOSIS BANDING : -

ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN HATI

a) Anatomi

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh yang meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Dari sudut pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar dari sistem intestinal dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga IX kiri.

Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen. Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanakuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati

b) Fisiologi Organ Hati

Hati sebagai kelenjar terbesar di tubuh, memiliki banyak fungsi . Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sekitar satu liter perhari ke dalam usus halus . Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu . walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tetapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya . Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah.

Ada beberapa fungsi hati yaitu :

a) Sekresi

Proses absorbsi lemak yang berada dalam usus halus dilakukan oleh garam empedu . Garam empedu merupakan salah satu unsur utama empedu yang di sekresikan oleh hati . Empedu yang disimpan dalam kandung empedu akan dikeluarkan melalui saluran empedu sesuai dengan kebutuhan. Setelah diolah oleh bakteri di usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di illeum, mengalami resirkulasi kehati, serta kembali di konjugasi dan di sekresi . Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua . Proses konjugasi berlangsung dalam hati dan di sekresi ke dalam empedu .

b) Metabolisme

Hati berperan penting dalam metabolisme tiga mikronutrien yang dihantarkan oleh vena porta setelah absorbsi di usus . Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, lemak dan protein .

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Dalam metabolisme karbohidrat ( KH ), hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa dalam darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh . Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan didalam hati, mekanisme ini di sebut glikogenesis . Jika kadar gula darah rendah, hati memecah glikogen menjadi glukosa dan mengalirkannya kedalam darah (glikogenolisis = proses pemecahan glikogen menjadi glukosa) untuk memenuhi kebutuhan tubuh . Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas dan energi, sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan . Hati juga mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis)

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fospolipid, dan lipoprotein diabsorbsi di usus menjadi asam lemak dan gliserol . Sel-sel hati menyimpan beberapa trigliserida memecah asam lemak untuk menghasilkan ATP. Lemak yang disimpan dipecah-pecah untuk membentuk energy: proses ini disebut desaturasi. Hati jugs merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi ( pembuangan gugus amino NH2 ), hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen . Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak dan hasil penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Kelebihan asam amino dipecah dan diubah menjadi urea.

Pembentukan urea : asam amino berasal dari proses pencernaan makanan protein yang kita makan, diabsorpsi oleh fili usus halus dan dibawa oleh vena porta ke hati. Asam amino yang diperlukan untuk menghasilkan penggunaan dan pemecahan jaringan yang baik serta memproduksi pertumbuhan dimungkinkan untuk melewati hati menuju aliran darah. Asam amino yang lain digunakan untuk membentuk protein darah. Kelebihan protein atau protein kelas-kedua yang tidak cocok untuk pembentukan jaringan dipecah dalam hati untuk membentuk :

a. Bahan bakar tubuh yang terdiri dari karbon, hydrogen, dan oksigen

b. Urea, senyawa yang bernitrogen yang terkandung pada semua protein, yang tidak dapat dibakar, dan selanjutnya tidak dipakai, kecuali diperlukan untuk pembentukan jaringan. Urea ini adalah substansi yang dapat larut yang dibawa aliran darah dari hati ke ginjal untuk diekskresi di dalam tubuh.

Metabolisme senyawa – senyawa protein

Semua senyawa protein harus di hidrolisis menjadi asam –asam amino baru dapat diserap oleh dinding usus untuk dimetabolisme lebih lanjut melalaui jalur deaminasi/transaminasi.

Reaksi transaminasi

Asam alfa amino Alfa keto Glutarat NH3 CO2


Asam alfa keto L – Glutamat Urea

Manusia rata–rata mengekskresi 16,5 g nitrogen/hari, 95% dibuang melalui ginjal dalam bentuk urea hasil sintesis oleh hati dan 5% dikeluarkan melalui faces.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

3. Penyimpanan

  • Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan.
  • Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan disimpan di suatu tempat di dalam tubuh, guna dibuat sesuai untuk pemakaiannya di dalam jaringan.

4. Detoksifikasi

  • Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat dan memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah.
  • Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin (mendetoksifikasi).

5. Fagositosis dan Imunitas

Hati merupakan komponen sentral sistem imun . Sel Kuppfer, yang meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tsb kepada limfosit . Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis.

6. Lainnya

Regenenerasi Hati

Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai kemampuan untuk bergenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel pluripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga terbentuk kembali sel-sel hepatosit dan sel-sel bilier yang tetap mempunyai kemampuan untuk bergenerasi.

Karena hati merupakan suatu organ yang luas, sejumlah besar darah dapat disimpan didalam pembuluh darah hati. Volume darah normal hati, meliputi yang didalam vena hati dan yang didalam jaringan hati adalah 450mL, atau hampir 10% dari total volume darah tubuh. Bila tekanan tinggi didalam atrium kanan menyebabkan tekanan balik didalam hati, hati meluas dan oleh karena itu 0,5-1L cadangan darah kadang-kadang disimpan didalam vena ahepatika dan sinus hepatica.

Jadi, sebenarnya hati adalah suatu organ yang besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja sebagai suatu tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan mampu mensuplai darah ekstra disaat kekurangan volume darah.


DEFINISI & MEKANISME TERJADINYA ASITES

A. Definisi

Asites adalah penimbunan cairan serosa ( mirip serum) di rongga peritonium. Rongga peritonium mencakup rongga abdomen dan daerah panggul sampai ke permukaan bawah diafragma, tidak termasuk ginjal. Rongga ini dilapisi oleh suatu membran tipis yang disebut peritoneum .

1. Berdasarkan jumlahnya ada tingkatan:

Tingkat 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG

Tingkat 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness

Tingkat 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi

2. Secara klinis dikelompokkan menjadi :

· Asites eksudatif

· Asites transudatif

B. Mekanisme Terjadinya Asites

Asites biasanya terjadi akibat hipertensi porta. Akibat tingginya resistensi terhadap aliran darah yang melintasi hati, aliran darah dialihkan ke pembuluh - pembuluh mesenterika (abdomen peritonium). Peningkatan aliran menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di pembuluh- pembuluh rongga abdomen ini sehingga terjadi filtrasi bersih cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke rongga peritonium. Selain itu, tekanan yang tinggi di hati itu sendiri menyebabkan cairan mengalir keluar hati untuk masuk ke rongga peritonium. Cairan ini berisi konsentrasi albumin yang tinggi. Keluarnya albumin dari dari kompartemen vaskular ( darah ) pada asites berperan pada penurunan protein darah yang dijumpai pada penyakit hati stadium lanjut selain berperan pada penurunan tekanan osmotik plasma, yang menyebabakan terjadinya edema interstisium. Edema interstisium juga terjadi di seluruh tubuh pada penyakit hati stadium lanjut. Hal ini terjadi sebagai akibat langsung berpindahnya albumin serum pada asites dan akibat gangguan sintesis protein. Apabila konsentrasi protein plasma berkurang, maka kekuatan yang mendorong reabsorsi cairan ke dalam semua kapiler dari ruang interstisium menurun sehingga terjadi edema di kompartemen interstisium.

Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites, yaitu:

1. Tekanan koloid osmotik plasma

Biasanya bergantung pada kadar albumin. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya maka pembentukan albumin juga terganggu sehingga kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga berkurang. Ada tidaknya asites pada penderita sirosis terutama tergantung pada tekanan koloid osmotik plasma. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3gr% sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.

2. Tekanan vena porta

Pada penderita dengan hipertensi portal ekstrahepatik tidak selalu terjadi asites pada permulaannya. Tetapi bila terjadi perdarahan gastrointestinal, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotik menurun pula dan baruterjadi asites. Bilamana kadar plasma protein kembali normal, asitesnya pun menghilang, walaupun hipertensi portal tetap ada.

3. Perubahan elektrolit

a. Retensi natrium

Penderita sirosis tanpa asites mempunyai ekskresi Na yang normal. Bila disertai asites, biasanya ekskresi Na terganggu. Ekskresi Na melalui urine menjadi kurang dari 5 meq/hari. Kadar Na dalam serum sedikit lebih rendah dari normal. Untuk mengembalikan cairan menjadi isotonis maka pada retensi Na terjadi retensi air, sehingga tekanan hidrostatik meninggi, hal ini menyebabkan terjadinya asites. Tubulus renis melakukan reabsorbsi Na sebanyak 99,5%, dan sebagian dari ini disebabkan karena bertambahnya produksi aldosteron. Berkurangnya perfusi dari ginjal kemungkinan menyebabkan terjadinya rangsangan untuk hiperaldosteronisme sekunder, keadaan ini merangsang juksta glomerularis dan sistem renin angiotensin, menyebabkan korteks adrenal memprodusir aldosteron. Pada penderita sirosis terjadi hipertrofi pada alat juksta glomerularis. Aldosteron berfungsi pada tubulus renalis bagian distal. Jadi ada kemungkinan terjadinya asites pada penderita penyakit hati tidak disebabkan pertama-tama oleh karena retensi Na, tapi secara skunder oleh hiperaldosteronisme.

b. Retensi air

Ekskresi air pada penderita sirosis umumnya mengalami gangguan. Ini mungkin disebabkan karena aktivitas dari hormon anti diuretik (A.D.H) Gangguan tersebut kemungkinan besar merupakan akibat dari absrobsi Na pada tubulus renalis bagian proksimal yang sedemikian besar, sehingga tak ada yang melewati bagian distal.

c. Perubahan kalium

Kadar kalium dalam serum terdapat normal atau sedikit berkurang. Hal ini tidak disebabkan karena hilangnya ion-ion, tapi terganggunya sel-sel untuk mempertahankan kadar K. Di dalam sel itu sendiri.

Ada 2 faktor terpenting untuk timbulnya asites, yaitu:

1. Terganggunya faal hati dalam pembentukan albumin yang berakibat kadar serum albumin menurun, sehingga tekanan plasma osmotik pun menurun.

2. Adanya hipertensi portal .

Lebih banyak cairan yang masuk kedalam kavum peritonei dari pada yang meninggalkan kavum peritonei menyebabkan terjadinya asites. Hal ini dapat mengakibatkan pengurangan cairan dalam badan, yang akan menyebabkan terjadinya retensi Na & air pada ginjal. Efek pada tubulus renalis bagian distal adalah kemungkinan melalui aldosteron, sedangkan mekanisme pada tubulus renalis bagian proksimal belum diketahui benar. Pada beberapa keadaan aliran darah dan kecepatan filtrasi-glomerulus mungkin berkurang dan akan menambah terjadinya retensi natrium.

PENYAKIT – PENYAKIT KRONIK YANG DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA ASITES

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.

Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan asites antara lain :

1. Sirosis hati

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada phipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll).

Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

2. Gagal Ginjal Terminal

Gagal ginjal terminal ( GGT ) adalah fasse terminal gagal ginjal kronik dimana penderita tidak dapat lagi dipertahankan dengan pengelolaan konservatif dan memerlukan terapi pengganti berupa dialis kronik atau cangkok ginjal . Penderita gagal ginjal terminal dengan hemodialisis kronik dapat berkembang menjadi asites . Penyebab asites pada penderita gagal ginjal kronik sering dihubung-hubungkan dengan penyakit hepar kronik, gagal jantung kongestif, peritonitis, tuberkulosis peritonium, perikarditis konstriktiva , dan hiperparatiroid .

3. Kanker

Tidak semua kanker yang dapat menimbulkan asites . Umumnya kanker yang dapat menimbulkan asites adalah kanker pada peritonium ( pada organ perut ) . Contoh-contoh dari ini adalah massa (tumor) yang menekan pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal dan menongkatkan tekanan dalam pembuluhAdanya tekanan oleh karena kanker, sehingga menyebabkan bendungan yang akhirnya bocor . kebocoran tersebut mengalir ke jaringan intertitial lainnya dan terjadilah asites .

Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.

1. Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh.

2. Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa cirrhosis.

3. Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker-kanker, yang disebut malignant ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam rongga perut,

DEFINISI, ETIOLOGI, DAN GEJALA KLINIS SIROSIS HATI

A. Definisi

Istilah sirosis hati diberikan Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regenerative yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.

Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

B. Etiologi

Penyebab sirosis hati beragam. Selain disebabkam oleh infeksi virus hepatitis B ataupun C, juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan, berbagai macam penyakit metabolic, adanya gangguan imunologis, dsb. Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai pada lelaki daripada wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata 30-59 tahun.

Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh karena memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga timbul keluhan yang tidak khas seperti badan tidak sehat, kurang semangat untuk kerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak selera makan, BB menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah. Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi portal.

Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya BB, kembung dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka dan lengan atas akan bias timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan berwarna merah (eritema Palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminea, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatic.

Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan dalam system portal yang lebih dari 15mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar pusar (caput medusa), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya system kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esophagus atau cardia (varises esophagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau perdarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bias timbul syok. Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan kearah kanker hati primer (hepatoma).

Tanda-tanda klinis sirosis hati (stigmata liver)

· Spider naevi

· Eritema palmaris

· Vena kolateral

· Ascites

· Splenomegali

· Gynecomastia

· Ikterus sklera

C. Gejala sirosis hati

Gejala klinis tergantung pada fase penyakitnya. pada penyakit hati lanjut --> sulit dibedakan dengan : hepatitis kronis aktif . sirosis hati dini.

1. fase kompensasi sempurna. keluhan samar-samar --> badan lemas, nafsu makan menurun, bb turun, gembung, mual, mencret, kelemahan otot, cepat capek. sering terdeteksi pada saat cek up rutin.

2. fase dekompensasi. dapat ditegakkan berdasarkan: klinis, laboratorium, penunjang lain

.

Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang

tersebut di bawah ini :

1. Kegagalan Prekim hati

2. Hipertensi portal

3. Asites

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :

a. Merasa kemampuan jasmani menurun

b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan

c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

d. Pembesaran perut dan kaki bengkak

e. Perdarahan saluran cerna bagian atas

f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy)

g. Perasaan gatal yang hebat seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkym hati yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa :

ü Kegagalan sirosis hati

Seperti edema, ikterus, koma, spider nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, kerusakan hati, asites, rambut pubis rontok, eritema Palmaris, atropi testis, dan kelainan darah(anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)

ü Hipertensi portal

· varises oesophagus

· spleenomegali

· perubahan sum-sum tulang

· caput medusa

· asites

· collateral veinhemorrhoid

· kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

PATOFISIOLOGI & PATOGENESIS SIROSIS HATI

A. Patofisiologi

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut .

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.

B. Patogenesis

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut srosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2).Hepatitis alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik.

1. Perlemakan Hati Alkoholik

Steatosis atau penlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.

2. Hepatitis Alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah peniportal dan perisental timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dan neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dan metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal. Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-1, FDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.

3. Sirosis Hati Pasca Nekrosis

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotokaik). Maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Sel yang berpengaruh pada patogenesis hati :

a. Ekstraselular matrik

Jaringan tubuh tersusun dari berbagai sel yang dikelilingin oleh matriks ektra seluler yang terdiri dari protein fibrin (kolagen dan elastin), protein adesif (fibronektin dan laminin), serta gel proteoglikan dari hialuronan. Matriks ekstraseluler berfungsi mendukung motilitas sel dalam jaringan ikat, mengatur proliferasi sel, bentuk dan fungsi sedemikian rupa sehingga nutrisi dan bahan-bahan kimia dapat berdisfungsi dengan bebas. Matriks ekstraseluler adalah merupakan rangkaian protein dan proteglikan yang mendukung struktur dan fungsi regulator pada jaringan. Matriks adalah merupakan homeostasis dinamik yang dipertahankan melalui degradasi konstan dan resintesis komponen matriks serta remondeling dari komponen matriks selama beberapa proses fisiologis.

b. Sel stellata

Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan

c. Sel kupffer

Sejenis makrofaga yang hanya bermukim pada hati, tepatnya pada dinding sinusoid sistem retikuendotelial. Seperti makrofaga pada umumnya, sel Kupffer berasal dari promonosit di sumsum tulang, kemudian menjadi monoblas, lalu monosit, beredar di dalam darah dan terdiferensiasi menjadi sel Kupffer. Sel Kupffer bertugas untuk membersihkan sel hampir mati dan debris dari sirkulasi darah dengan proses fagositosis dan hasil eksositosis kemudian disekresi ke dalam empedu. Helmy et all menemukan sejenis pencerap pada sel Kupffer, bertipe CRIg (bahasa Inggris: complement receptro of the immunoglobulin family). Di percobaan pada tikus, tiadanya CRIg menghilangkan kemampuan sistem kekebalan turunan untuk melawan patogen yang terbalut oleh protein yang dihasilkan sistem komplemen.

ANAMESIS, PEMERIKSAAN FISIK & PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PENDERITA SIROSIS HATI

A. Anamnesis

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang dokter dalam anamnesis pasiennya, meliputi :

a. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarganya

b. Anamnesis pribadi, meliputi :

· Nama pasien

· Alamat dan tanggal lahir

· Umur

· Jenis kelamin

· Status perkawinan

· Tanggal masuk berobat

c. Anamnesis penyakit, meliputi :

· Keluhan utama

Ø Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat

Ø Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

· Keluhan tambahan

Urutan hal-hal yang dapat ditanya oleh seorang dokter mengenai keluhan utama dan tambahan sesuai dengan gejala-gejala dan tanda-tanda pada pasien adalah :

1. Onset : Mulainya pasien merasakan keluhan tersebut

2. Lokasi : Daerah yang dirasakan sakit oleh pasien

3. Durasi : Lamanya sakit itu dirasakan pasien

4. Sifat : Keparahannya (ringan,sedang atau berat)

5. Penyebaran : Kemungkinan sakit dirasakan daerah tubuh yang lain

6. Waktu : Kapan-kapan saja sakit itu dirasakan.

7. Faktor-faktor yang memperberat : Tindakan-tindakan yang menambah rasa sakit tersebut

8. Faktor-faktor yang memperingan : Tindakan tindakan yang dapat membantu menghilangkan atau mengurangkan rasa sakit.

d. Riwayat penyakit :

· Riwayat penyakit : Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat

· Riwayat pengobatan : Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll), reaksi alergi .

· Riwayat penyakit pada anggota keluarga

· Riwayat penyakit terdahulu

e. Menelaah tentang :

· Kondisi sosial ekonomi

· Pengonsumsian alkohol

· Pekerjaan

Pada penderita Sirosis hati, anamnesis yang bisa di dapat berupa :

1. Data subyektif

· Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.

· Mengeluh cepat lelah.

· Mengeluh sesak nafas

2. Data Obyektif

· Penurunan berat badan

· Ikterus.

· Spider naevi.

· Anemia.Air kencing berwarna gelap.

· Kadang-kadang hati teraba keras.

· Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.

· Hematemesis (muntah darah yang berasal dari saluran cerna) dan Melena (pengeluaran feses yang yang berwarna hitam).

· Memiliki riwayat penyakit hati

B. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik

Ë Inspeksi

· Mata dan Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah

· Bengkak pada perut dan tungkai

· Penurunan kesadaran

· Kelelahan

· Kelemahan

· Gatal

· Mudah memar karena pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit.

· Erythema Palmaris dan spider nevi.

Ë Palpasi

· Hati

perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.

· Limpa

pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :

· Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus dan dari umbilikus ke SIAS kanan

· Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja .

· Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites

· Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Ë Perkusi

Cara pemeriksaan asites dengan pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

· Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.

· Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang- ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

- Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia

- Kenaikan SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase. SGOT adalah enzim yang ada di dalam sel-sel hati dan jantung. SGOT disebut juga aspartate aminotransferase (AST). Batas normal: 0-37 U/l, SGOT dilepaskan dalam darah ketika jantung atau hati rusak. SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase. Disebut juga alanine aminotransferase (ALT). Batas normal:0-45 U/l

- Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang . Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi.

- Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.

- Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

- Glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.

- Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.

- Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

2. USG ultrasonografi

Gambaran ultrasonografi pada beberapa Sirosis hati :

· Permukaan nodular

· Ehopattern meningkat, heterogin

· V.porta berkelok,ukuran membesar

· Pada awal sirosis hepar membesar

· Pada sirosis berat ukuran hati mengecil.

· Splenomegali mendukung sirosis

· Tanda-tanda hipertensi portal misalnya v. porta melebar, dinding kandung empedu menebal (edema karena tekanan portal)

Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.

3. Pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, untuk konfirmasi hepertensi portal.

4. Esofagoskopi

Dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. endoskopi dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.

5. CT scan Tomografi komputerisasi

walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

6. Angiografi

Angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.

7. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

PENATALAKSANAANS SIROSIS HATI

J PROMOTIF

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.

Faktor lain diantaranya termasuk jajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastasis dan mayoritas pasien sirosis berusia 50-60 tahun.

Penyuluhan Gizi dan konseling:

ü Bantu pasien untuk hidangan yang menarik, untuk meningkatkan selera makan, porsi makanan kecil dan sering diberikan.

ü Bantu pasien untuk meningkatkan asupsi kalori, protein, vitamin.

ü Pastikan pasien untuk tidak minum alkohol dan obat-obatan yang bersifat toksik.

ü Penyuluhan Keamanan Pangan (Food Safety)

a. Personal hygiene dengan cuci tangan, penggunaan desinfektan

b. Food safety lainnya (sayuran mentah, jajanan)

Obat-Obat Yang Dapat Menyebabkan Kelainan Hati

Golongan analgetik, antipiretik, dan antiatritik

Nama Obat

Keterangan

Aspirin

Selain kelainan pada lambung/saluran makanan bila seseorang mendapat aspirin dengan dosis 2-3,5 gr/hari akan dapat timbul gejala hepatitis setelah 1-8 bulan makan obat tersebut. Hepatitis yang timbul secara klinis, laboratoris dan histopatologis mirip dengan gambaran hepatitis kronis aktif.

Phenylbutazon (Butazolidin)

Kelainan hati yang timbul adalah ikterus dan hepatomegali. Perbaikan akan terjadi setelah 3 bulan obat ini dihentikan tanpa menimbulkan gejala sisa Bila hepatitisnya berat akan berakhir dengan sirosis postnekrotik.

Indomethacine

Timbulnya hepatitis setelah 5-6 bulan mendapat indomethacine. Ikterus biasanya timbul sangat berat. Kerusakan pada hati terdapatdisekitar sentrolobular, yaitu timbulnya degenerasi dan pembengkakan sel hati, infiltrasi lemak, bendungan dan infiltrasi sel radang.

Paracetamol

Kelainan hati yang timbul akibat dosis yang berlebihan, yaitu berupa nekrosis yang berat. Bila seseorang makan 7,5 gram paracetamol sekaligus akan timbul kerusakan hati, dan bila makan >15 gram sekaligus akan dapat menyebabkan nekrosis hati.

Chincophen

Kelainan hati yang berbentuk hepatitik, dapat menyebabkan sirosis hati.

Probenecid

Kelainan hati yang berbentuk hepatitik, dan dapat menyebabkan nekrosis hati yang masif dan berakibat fatal

Allopurinol

Mengakibatkan kholestatik hepatitis

Golongan Antibiotik

Tetracycline

Pemberian tetracycline 2 gram/oral akan menghambat sintesa protein dan mencegah pembebasan trigliserida dari hati, sehingga timbul perlemakan pada hati (fatty liver).

Chlortetracyclin dan Oxytetracyclin

Pemberian Chlortetracyclin dengan dosis terappeutis sering menyebabkan perlemakan hati, pemberian Oxytetracyclin menyebabkan timbulnya hepatitis dan gejala hipersensitif lainnya.

Erytromycin

Eritromicin yang berbentuk ester dapat menyebabkan hepatotoksik, yaitu menyebabkan hepatitis. Ikterus timbul pada hari ke2-21 setelah makan obat.

Rifampicin

Rifampiscin menyebabkan kerusakan hati setelah 3 bulan makan obat, pengaruh hepatotoksik ini diperjelas bila disertai pemberian INH.

Golongan antidiuretika dan anti hipertensi

Chlorothiazide

Kelainan hati yang timbul berupa hepatitis kholestatik, setelah pemberian 0,5gram/hari selama 2 minggu.

Methildopa (aldomat, dopamet, medomet)

Terjadi karena terbentuknya ’toxic metabolies’ didalam hati selama/setelah makan obat tersebut.

Golongan Anestesi

Halothene, Carbon tetrachloride, Chloroform

Golongan Antituberkulosis

Isoniazid

Kerusakan hati disebabkan karena ”toxic metabolite”

Rifampisin

Rifampiscin menyebabkan kerusakan hati setelah 3 bulan makan obat

Sumber : Hadi Sujono. GASTROENTEROLOGI, Hal:655-662. Bandung : PT ALUMNI

J PREVENTIF

· Hindari Kelebihan Minum : Anda mungkin ingin membatasi konsumsi alkohol Anda untuk 2 minuman sehari jika Anda seorang pria atau satu gelas jika Anda seorang wanita. Kelebihan minum dapat menyebabkan penimbunan lemak dalam sel-sel hati. sel hati yang berlemak dapat menyebabkan peradangan hati. Hal ini dapat mengakibatkan parut pada hati dan akhirnya sirosis.

· Hindari Hepatitis B atau C Infeksi : infeksi hepatitis B atau C dapat diperoleh dari darah yang terinfeksi atau dari orang yang terinfeksi. Hepatitis transmisi dapat dihindari dengan menggunakan jarum sekali pakai atau dengan menghindari aktivitas seksual sampai satu sembuh sepenuhnya. Satu juga mungkin ingin menghindari berbagi pisau cukur, jarum, sikat gigi, alat manicure yang dapat menanggung darah yang terinfeksi.

· Mendapatkan Imunisasi : Hepatitis imunisasi dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit yang disebabkan oleh hepatitis.

· Antibodi Persiapan: Sebuah persiapan antibodi dapat memberikan perlindungan kepada orang yang telah terkena Hepatitis B. Hal ini dapat mencegah satu dari terinfeksi dengan penyakit itu.

· Kenakan Pakaian pelindung: Sebelum menggunakan bahan kimia beracun di rumah, di kantor, atau di kebun, seseorang mungkin ingin memakai pakaian pelindung. Pakaian tersebut dapat bertindak sebagai meliputi, mencegah racun masuk ke dalam tubuh.

Sirosis hati dapat dicegah jika seseorang dapat melakukan perawatan yang tepat hati. Diperlukan tindakan pencegahan disertai dengan pola hidup sehat dapat menangkap atau memeriksa sirosis hati.

J KURATIF

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progressi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bias menghambat kolagenik.

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

® Simtomatis

® Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

Sebaiknya aktivitas fisik dibatas, dan dianjurkan untuk istirahat ditempat tidur sekurang-kurangnya setengah hari setiap harinya, terutama bagi mereka yang asites. Bagi para penderita sirosis hati tanpa asites, dan tes faal hati sedikit terganggu, dapat melakukan pekerjaannya selama 8 jam sehari untuk selanjutnya dianjurkan banyak istirahat, sedangakan untuk penderita sirosis hati dengan asites tetap dapat melakukan pekerjaannya selama 4-6 jam. Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentuka urin. Istilah diuresis mempunyai pengertian, 1) menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan, 2) menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya, pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti :

a) Kombinasi IFN dengan ribavirin

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000 mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.

b) Terapi induksi IFN

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

c) Terapi dosis IFN tiap hari

Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti

v Asites

v Ensefalophaty hepatic

v Varises Esofagus

1) Penatalaksanaan Sirosis Hati bila terjadi Asites

Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komperhensif meliputi:

a. Tirah Baring

Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring.

Tirah baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem renin-angiostensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, setelah beberapa jam setelah minum obat diuretika.2

b. Diet

Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam, mengingat hiponatremia pada pasien asites transudat relatif. Jumlah total Na dalam tubuh sebenarnya diatas normal. Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCl kurang dari 40 meq/hari tidak diperlukan. Konsentrasi NaCl yang amat rendah justru dapat menggangu fungsi ginjal.2

c. Diuretika

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya, Spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan reabsorbsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal lebih rendah daripada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif.

Ø Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Jarang diperlukan dosis yang lebih tinggi lagi.

Ø Target yang sebaiknya dicapai dari tirah baring, diet rendah garam dan terapi diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800gr/hari.

Ø Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500gr/hari.

Ø Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan Spironolaktonmasih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi.2

TEMPAT DAN CARA KERJA DIURETIK

Obat

Tempat kerja utama

Cara kerja

Diuretik Osmotik

1. Tubuli proksimal

2. Ansa Henle desenden bagian epitel tipis

3. Duktus koligentes

Penghambatan reabsorbsi Na dan Air melalui daya osmotiknya

Penghambatan reabsorbsi Na dan Air o.k. hipertonisitas daerah medula menurun

Penghambatan reabsorbsi Na dan Air o.k. pengahmabtan efek ADH

Penghambatan Enzim karbonik anhidrase

Tubuli proksimal

Penghambatan terhadap reabsorbsi HCO3-, H+, dan Na+

Tiazid

Hulu tubuli distal

Penghambatan terhadap reabsorbsi Natrium Clorida

Diuretik Hemat Kalium

Hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks

Penghambatan antiport Na+/K+ (reabsorbsi Na dan sekresi K) dengan ajalan antagonisme kompetitif (Spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorid)

Diuretik Kuat

Ansa Henle asenden bagian epitel tebal

Penghambatan terhadap kontranspor Na+/K+/Cl-.

Sumber : Farmakologi Dan Terapi Edisi 5,Hal:390. Jakarta:Balai Penerbit FKUI

PENGGUNAAN KLINIK DIURETIK

Penyakit

Obat

Keterangan

Hipertensi

Tiazid

Diuretik Kuat (Furosemid)

Diuretik hemat kalium

Merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian bessar pasien

Bila terdapat gangguan ginjal atau diperlukan efek diuretik segera

Digunakan bersama Tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia

Payah Jantung Kronik Kongestif

Tiazid

Diuretik Kuat (furosemid)

Diuretik hemat kalium

Bila fungsi ginjal normal

Pasien gangguan fungsi ginjal

Digunakan bersama Tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia

Edema Paru Akut

Diuretik Kuat (furosemid)

Sindrom Nefrotik

Tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton

Gagal ginjal Akut

Manitol dan atau Furosemid

Bila diuresis berhasil, volume cairan ntubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati

Asites pada Penyakit Hati Kronik

Spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat)

Diuretik kuat harus digunakan dengan hati-hati. Bila ada gangguan fungsi ginjal, jangan menggunakan spironolakton

Edema Otak

Diuretik Osmotik

Hiperklsemia

Furosemid

Diberikan bersama infus NaCl hipertonis

Batu ginjal

Tiazid

Diabetes Inspidius

Tiazid

Disertai diet rendah garam

Open Angle Glaucoma

Asetozolamid

Penggunaan jangka panjang

Acute Angle Closure Glaucoma

Diuretik osmotik atau asetozolamid

Prabedah

Sumber : Farmakologi Dan Terapi Edisi 5,Hal:402. Jakarta:Balai Penerbit FKUI

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron. Saat ini dikenal dua macam antagonis aldosteron, yaitu Spironolakton dan eplerenon. Mekanisme kerja aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap aldosteron (aldosteron adalah mineralkortikoid endogen yang paling kuat, berperan dalam memperbesar reabsorbsi Na dan Cl di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium). Jadi, dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorbsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang.

Eplerenon

Spironolakton

ü Merupakan analog spironolakton yang baru digunakan sejak tahun 2003

ü Eplerenon memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor mineralkortikoid, androgen, dan progesteron.

ü Eplerenon tidak menimbulkan efek samping ginekomastia dan virilisasi

Indikasi : antihipertensi dan terapi tambahan pada gagal jantung

Dosis :

50-100mg/hari

Efek samping:

1) hiperkalemia, bila diberikan bersama asupan kalium berlebih.

2) Ginekomastika

Indikasi:

1) Hipertensi dan edema yang refrakter,

2) gagal jantung kronik,

3) obat pilihan untuk hipertensi hiperaldosteronisme primer dan sangat bermanfaat pada kondisi yang disertai hiperaldosteronisme skunder seperti asites pada sirosis hepatis dan sindrom nefrotik.

Dosis :

Terdapat dam bentuk tablet 20, 50, dan 100 mg.

Dewasa : 25-200mg, dosis efektif 100 mg

Kombinasi :

Spironolakton 25mg + hidroklorotiazid 25mg

Spironolakton 25mg + tiabutazid 2,5 mg

Sumber : Farmakologi Dan Terapi Edisi 5,Hal:397 Jakarta:Balai Penerbit FKUI

d. Terapi Parasentesis

§ Beberapa tahun terakhir ini parasentesis kembali dianjurkan karena banyak keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan baik.2

§ Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan.3

§ Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C yaitu: Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.3

2. Penatalaksanaan Sirosis Hati bila terjadi Ensefalophaty Hepatic

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

· Mengenali dan mengobati factor pencetus

· Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

§ Pemberian antibiotik (neomisin). Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam aminorantai cabang.

§ Pemberian lactulose/ lactikol. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

3. Penatalaksanaan Sirosis Hati bila terjadi Varises Esofagus

Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (Propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

J REHABILITATIF

Bila hati masih dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan:

1. Pada ensefalopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian kalium pada hipokalemia, pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-lain.

2. Apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu istirahat di tempat tidur. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5 g per hari dengan botol cairan yang masuk 1.5 liter per hari. Penderita diberi obat diuretik distal yaitu Spronolakton 4×25 g per hari, yang dapat dinaikkan sampai dosis total 800 mg perhari. Bila perlu, penderita diberikan obat diuretik loop yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar albumin di dalam darah.

3. Pada pendarahan varises esofagus penderita memerlukan perawatan di rumah sakit.

4. Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan asites maka perlu perawatan segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar urea yang tinggi di dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria).

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS SIROSIS HATI

A. Komplikasi

1. Perdarahan Gastrointestinal

Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).

Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.

Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.

3. Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal.

Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

4. Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.

5. Infeksi

Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

6. Sindrom hepatorenal (SHR)

Pasien penyakit hati yang berat misalnya sirosis hepatis (SH) dekompensata yang sering mengalami gangguan fungsi ginjal ini, umumnya akan memperburuk prognosis pasien ini. Gangguan fungsi ginjal pada pasien SH ini dapat disebabkan gangguan hemodinamik terutama vasodilatasi perifer, yang diikuti aktivitas hormon vasokonstriksi dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Gangguan ini akan memacu retensi air dan natrium ginjal, dan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal (LFG). Kelainan fungsi ginjal pada pasien SH ini bersifat fungsional yaitu tanpa disertai perubahan morfologi fungsi ginjal.

B.Prognosis

Untuk memperkirakan prognosis, yakni dalam hal tingkat kematian / mortalitas dari penderita SH dan berapa lama harapan hidupnya, kita menggunakan suatu kriteria Child-Pugh. Kadang, kriteria ini disebut juga dengan Child-Turcotte-Pugh. Kriteria ini mengandung beberapa komponen untuk menilai berat tidaknya komplikasi dari suatu sirosis. Komponen yang dinilai antara lain berapa besar nilai bilirubin totalnya, nilai albumin, nilai INR, ada atau tidaknaya asites dan seberapa terkendali asites tersebut serta apakah pasien telah mengalami keluhan perubahan status mental atau ensefalopati hepatikum.

Klasifikasi Child Pugh

Derajat Kerusakan

Minimal

Sedang

Berat

Satuan

Bilirubin (total)

<35>

35-50

>50 (>3)

μmol/l (mg/dL)

Serum albumin

>35

30-35

<30

g/L

Nutrisi

Sempurna

Mudah dikontrol

Sulit terkontrol

-

Ascites

Nihil

Dapat terkendali dengan pengobatan

Tidak dapat terkendali

-

Hepatic encephalopathy

Nihil

minimal

Berat/koma

-

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child-pugh dapat menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi variablenya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, nutrisi, ada tidaknya asites dan esefalopati. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C yang berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut adalah 100, 80 dan 45 %.

KESIMPULAN AKHIR

Ibu Siti berusia 30 tahun mempunyai keluhan perut membuncit yang sudah berlangsung selama lima bulan, yang semakin lama semakin membesar . Berdasarkan tanda dan gejala yang di dapat dari pemeriksaan fisik antara lain di jumpai sen.CM , lemas, tampak anemis, perut buncit, tampak colateral vein pada perut, serta tampak sppider naevi maka dapat diduga bahwa Ibu Aminah mengalami penyakit hati kronik dimana disertai asites . Diperlukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan darah seperti SGOT dan SGPT , dapat juga dilakukan pemeriksaan USG untuk dapat melihat kondisi dari pada hati.

Penatalaksaan untuk Ibu Siti disesuaikan dengan hasil pemeriksaan penunjang serta faktor penyebab terganggunya hati Ibu Siti yang kronis. Penatalaksaan sementara yang dapat di lakukan pada Ibu Siti adalah Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati disertai dengan pemberian diuretik hemat kalium yaitu Spironolakton di berikan 100 mg/hari (4x25 mg / hari) apabila dengan diuretik tidak berhasil dapat di anjurkan untuk di lakukan asites fungsi.

Daftar Pustaka

Hadi, Sujono. 2002. GASTROENTEROLOGI halaman 477. Bandung: ALUMNI.

Sudoyo,Aru W.dkk.2006. Sirosis Hati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV,hal: 445.Jakarta:FKUI

Sudoyo, aru W. dkk.2006. Asites, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV,hal: 448.Jakarta:FKUI

J. Corwinn, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi edisi 3 halaman 657. Jakarta: EGC. 2009.

Lee,LStephanie.2006.ChirosisHepatic.http://www.emedicine.com/med/topic1121.htm, last updated: Juli 2, 2008

Sudoyo, Aru W. 2009 .Buku ajar Ilmu penyakit dalam, ED V, jilid 1, dkk, hal 670-671, Internal publishing,Jakarta.

Sudoyo,Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V halaman 675. Jakarta: InternaPublishing.

Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.

Yogiantoro. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Panyakit Dalam FK UI: Jakarta

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf

http://b3d70.wordpress.com/2007/07/31/sirosis-hati

http://biomedikamataram.wordpress.com/2009/10/05/beberapa-catatan-tentang-ultrasonografi-hati/

1 komentar:

  1. Penyakit Pengecilan Hati - Pengecilan hati bukanlah merupakan sebuah penyakit, hal tersebut lebih kepada suatu kondisi dimana seseorang terkena atau sedang menderita sirosis hati.
    http://www.ahlinyaobatherbal.com/penyakit-pengecilan-hati/

    BalasHapus