Kamis, 26 Mei 2011

Idiopatik Trombositopenik Purpura

BAB I

PENDAHULUAN

Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit yang merupakan bagian dari pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara 150.000450000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel trombosit perhari. Jika jumlahtrombosit kurangdari 30.000/Ml, ran terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurangdari 10.000/Ml. (Sudoyo, dkk,2006).

Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau ransfus. Ekimosis yang bertambahdan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringanterjadi pada kadar trombosit kurangdari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30. 000/ mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan ransfusedy dengan jumlah trombosit kurang dari20. 000, dan memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia & Wilson, 2006)

Trombositopenia (jumlah platelet kurangdari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulanglain, dan setelah terapi khemoterapi sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya trombositopenik purpura idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata, dan vaskulitis. Secara umum, jumlah platelet lebihdari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bias terjadi ransfus dengan onset yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural lebihjarang. (sudoyo, dkk, 2006)

Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan ransf sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis (penggantian ransf-unsursumsumtulangdenganjaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma ransfuse lain yang mengganti ransf-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan spenomegal(lien membesar) dapat di sertai trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)

Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas atau oleh ransfusedy(anti bodi yang bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti lupus eritematosus, leukemia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura trombositopenik idiopatik (ITP). ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari 10.000/mm3. Antibody IgG yang ditemukan pada membrane trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh ransf makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).

Trombositopenia berat dapat mengakibatkan kematian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2 kasus per 100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atau perkumpulan berbasis pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP) yang pada umumnya terjadi pada anak- anak kurang mendapatkan perhatian medis. Immunetrombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang diMaryland. (Emedicine,2008)

ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purupura) adalah suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. Penyebab dari ITP ini tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan ransfus yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. ITP terbagi dua yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa.

Pada ITP, dimana prevalensi pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000 dimana ITP akut sering terjadi pada anak-anak (Ibnu Purwanto, 2006). Immune Thrombocytopenia Purpura pada dewasa terjadi pada umumnya pada usia 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki (Ibnu Purwanto, 2006). Selain itu adanya infeksi virus dan anemia yang disertai perdarahan dapat juga menyebabkan adanya trombositopenia.

Diagnosis ITP adalah pada pemeriksaan terdapat perdarahan di kulit bahkan mimisan dan pada laboratorium jumlah trombosit menurun dan pada pemeriksaan BMP (bone marrow puncture) terdapat sel megakariosit. Pengobatan ITP umumnya tidak memerlukan pengobatan yang serius tetapi bila terjadi perdarahan dan jumlah trombosit menurun hingga dibawah 20.000/ul maka dianjurkan untuk ransfuse trombosit. Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah dengan pemberian kortikosteroid dan dihentikan obat ini bila sudah meningkat jumlah trombositnya. Perhatian yang harus diingat pada penderita ITP adalah hindari obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, hindari benturan yang membuat luka.

BAB II

DATA PELAKSANAAN TUTORIAL & PLENO

I. JUDUL BLOK

Hematologi, Limfopoietik, & Imunologi

II. JUDUL SKENARIO

Skenario 3

III. NAMA TUTOR

1. Dr. Frida Ginting, Sp. KK

2. Dr. Linda Panjatan, Sp. KK

IV. DATA PELAKSANAAN

A. TUTORIAL 1

· Tanggal : 20 May 2011

· Waktu : 07.50 – 09.30 wib

· Tempat : Ruang Tutorial

B. TUTORIAL 2

· Tanggal : 23 May 2011

· Waktu : 07.50 – 10.20 wib

· Tempat : Ruang Tutorial

C. PLENO

· Tanggal : 26 May 2011

· Waktu : 07.50 – 10.20 wib

· Tempat : Ruang Kelas Siswa

BAB III

SKENARIO & KLARIFIKASI MASALAH

A. SKENARIO 3

Seorang anak laki-laki 15 tahun memiliki banyak aktivitas. Akhir-akhir ini sering mimisan. Pada pemeriksaan dijumpai : petechiae dan ekimosis. Pada pemeriksaan darah dijumpai Leukosit : 14.000/mm3, Hb : 11 gr%, Trombosit : 100.000/mm3, Protrombin Time : 18 detik, Activated Partial Tromboplastin Time : 45 detik. Apakah yang terjadi pada anak ini dan bagaimana pengobatannya ?

B. KLARIFIKASI MASALAH

I. TERMINOLOGI KONSEP

a. Mimisan

Ø Perdarahan dari dalam hidung / epistaksis

b. Petechiae

Ø Bercak merah dalam yang merupakan perdarahan kecil dibawah kulit

c. Ekimosis

Ø Bercak perdaraha kecil, lebih besar daripada petechiae dikulit atau selaput lendir, membentuk bercak biru ata keunguan yag rata , bundar atau iregular

d. Protrombin Time

Ø pemeriksaan yang mendemonstrasikan efektivitas faktor koagulasi vitamin K dependen, terutama jalur ekstrinsik dan jalur umumnya koagulasi

e. Activated Partial Tromboplastin Time

Ø Pemeriksaan yang menunjukkan efektivitas jalur intrinsik koagulasi

II. MENENTUKAN MASALAH

1. Seorang anak laki-laki 15 tahun memiliki banyak aktivitas. Akhir-akhir ini sering mimisan.

2. Pada pemeriksaan dijumpai : petechiae dan ekimosis.

3. Pada pemeriksaan darah dijumpai Leukosit : 14.000/mm3, Hb : 11 gr%, Trombosit : 100.000/mm3, Protombin Time : 18 detik, Activated Partial Tromboplastin time : 45 detik.

III. MENGANALISIS MASALAH

1. Tanda dari gangguan vaskularisasi perifer

2. Tanda dari perdarahan perifer

3. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya gangguan hemostasis

IV. KESIMPULAN SEMENTARA

Dari keluhan yang dialami dan dari hasil pemeriksaan yang didapat, diduga anak laki-laki 15 tahun mengalami gangguan hemostasis .

V. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui dan Memahami tentang Gangguan Hemostasis :

a. Defenisi hemostasis

b. Mekanisme hemostasis

c. Jenis-jenis penyakit dengan kelainan hemostasis

2. Mengetahui dan Memahami tentang Idiopatik Trombositopenik Purpura:

a. Defenisi

b. Etiologi

c. Gambaran Klinis

d. Patofisiologi

e. Pemeriksaan ITP meliputi :

· Anamnesis

· Pemeriksaan fisik

· Pemeriksaan penunjang

f. Diagnosis & Diagnosis Banding

g. Penatalaksanaan ITP meliputi :

· Preventif

· Kuratif

h. Komplikasi dan Prognosis

BAB IV

STATUS PASIEN

Berikut adalah status pasien berdasarkan skenario:

I. ANAMNESIS PRIBADI

1.1 Nama : -

1.2 Umur : 15 tahun

1.3 Jenis Kelamin : Laki-laki

II. ANAMNESIS PENYAKIT

2.1 Keluhan Utama : Mimisan

2.2 Keluhan Tambahan : -

III. RIWAYAT PENYAKIT

3.1 Riwayat Penyakit Sebelumnya : -

3.2 Riwayat Penyakit Keluarga : -

3.3 Riwayat Pemakaian Obat : -

IV. PEMERIKSAAN FISIK

4.1 Inspeksi : Petechiae dan Ekimosis

4.2 Palpasi : -

4.3 Perkusi : -

4.4 Auskultasi : -

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

5.1 Pemeriksaan Laboratorium

5.1.1.1 Darah

a. Leukosit : 14.000/mm3

b. Hb : 11 gr%

c. Trombosit : 100.000/mm3

d. Protrombin Time : 18 detik

e. Activated Partial Tromboplastin Time : 45 detik

VI. DIAGNOSIS : ITP ( Idiopatik Trombositopenik Purpura )

VII. DIAGNOSIS BANDING : -

BAB V

PEMBAHASAN 1

HEMOSTASIS

A. Defenisi Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah)dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat komplek, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan system pembuluh darah. Setiap kerusakan endotel pembuluh darah merupakan rangsangan yang poten untuk pembentukan bekuan darah. Proses yang terjadi secara local berfungsi untuk menutup kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah yang berlebihan, dan memberi kesempatan untuk perbaikan pembuluh darah. Terdapat beberapa, mekanisme control dari proses ini antara lain: sifat antikoagulan dari sel endotel normal, adanya inhibitor factor koagulan aktif dalam sirkulasi, dan produksi enzim fibrinolitik untuk melarutkan bekuan. Terjadinya abnormalitas hemostasis kebanyakan sebagai akibat defek dari salah satu atau lebih dari tahapan proses koagulasi.

B. Mekanisme Hemostasis

Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas :

1. Pembuluh darah

2. Trombosit

3. Kaskade faktor koagulasi

4. Inhibitor koagulasi

5. Fibrinolisis

Peran Pembuluh Darah

Pembuluh darah normal terdiri atas intima, media dan advevtilia.

a. Intima : terdiri atas satu lapis sel endotelyang bersifat nontrombogenik dan membran elestis interna.

b. Media : terdiri atas otot polos, ukuran otot polos ini bervariasi tergantung jenis pembuluh darah (arteri/vena), dan ukuran pembuluh darah.

c. Adventisia : terdiri atas membran elestis eksterna dan jaringan ikat penyokong.

Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah berupa petekie, purpura, dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas pembuluh darah memungkinkan terjadinya rupture yang menimbulkan petekie, purpura (terutama pada kulit dan mukosa), ekimosis yang besar, serta perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam. Vasokonstriksi dapat mengakibatkan obstruksi yang bersifat parsial maupun total, iskemia, dan akhirnya terbentuk thrombus. Vasokonstriksi ini dibawah control local (suhu, pH, pCO2), neural (saraf simpatis dan humoral. Faktor humoral yang mengendalikan vasokonstriksi terutama substansi yang dilepas oleh trombosit seperti : epinefrin, norepinefrin , ADP (adenosin disfosfat).kinin, dan tromboksan. Produk degradasi fibrin/fibrinogen (FDP, fibrin/fibrinogen degradation products) yang dilepas sewaktu system fibrinolisis bekerja pada fibrin dapat memodulasi vasokonstiksi.

Weibel-palade merupakan suatu aparatus yang unik dari sel endotel dan diduga merupakan derivate dari apparatus Golgi. Weibel-palade ini berisi factor von Willebrand(vW). Antigen vW, dan P-selektin. Interleukin – 1(IL -1). Endotoksin, trauma mekanik, dan komplemen dapat menginduksi pelepasan isi apratus Weibel –palade. Sel endotel secara konstan melepas nitrogen oksida (NO). Berfungsi untuk relaksasi sel otot polos dan dilatasi pembuluh darah , guna menjamin patensi pembuluh darah. Bila terjadi kerusakan sel endotel , secara disekresi endotelin – 1 atau substansi lain yang dapat menyebabkan vasokonstriksi. Endotolin – 1 dalam sirkulasi bekerja sebagai kemoatraktan , menarik leukosit dan trombosit. Endotelin-1 , bersama thrombin menginduksi sel endotel untuk mengekspresi berbagai molekul adhesi, termasuk integrin dan selektin yang memfasilitasi adesi. Sel endotel juga mengandung berbagai proteoglikan: heparin sulfat, kondroitin sulfat, dermatan sulfat dan trombomodulin. Proteoglikan ini berinteraksi dengan antitrobin untuk meningkatkan hambatan terhadap pembentukan protease serin.

Trombomodulin merupakan proteoglikan yang terikat pada sel endotel, berfungsi sebagai reseptor thrombin. Peranan trombomodulin mengubah aktivitas prokoagulan dari trombin sedemikian rupa, sehingga trombomodulin yang terikat pada thrombin kehilangan kemampuan untuk : (i) mengubah fibrinogen menjadi fibrin, (ii) mengaktifkan trombosit, dan (iii) mengatifkan faktor XIII. Trombomodulin yang terikat pada thrombin akn mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif, dan bersama dengan protein S (kofaktor) akan menghambat fktor Va dan VIIIa.

Tabel 1. Peran Endotel dan Subendotel pada proses Hemostasis

Prokoagulan

Antikoagulan

Kontraksi oleh pengaruh histamin, kinin, serotin, dan tromboksan

Produksi faktor koagulasi:

· Tromboplastin (faktor jaringan)

· F.VIIIvW

· Aktivator dan inhibitor protein C

· Inhibitor activator plasminogen tipe 1 (PAI-1)

Subendotel:

· Mengaktifkan, dan adhesi trombosit

· Mengaktifkan F.XII, XI

Inhibitor trombosit

· NO

· Prostasiklin

· ADPase

Inhibitor bekuan darah/lisis

· Trombomodulin

· Heparin

· Inhibitor jalur faktor jaringan (TFPI)

· Activator plasminogen

· (t-PA)

Sel endotel bisa terkelupas oleh berbagai rangsangan :

a. Asidosis

b. Hipoksia

c. Endotoksin

d. Kompleks antigen – antibodi dalam sirkulasi.

Bila sel endotel terkelupas, kolagen maupun membrane basalis subedotel trombosit untuk membentuk sumbat hemostatik primer, sehingga menghentikan keluarnya darah . Setelah sumbat hemostatik primer terbentuk, proses selanjutnya adalah peristiwa reparasi. Otot polos atau sel lain dari media mengalami diferensiasi. Selanjutnya bermigrasi, dan akhirnya membentuk sel endotel baru yang bersifat nontrombogenik. Bila pembentukan sumbat trombosit primer terjadi secara berlebihan, akan terbentuk suatu trombus yang besar yang dapat menghentikan aliran darah, yang iskemia. Peristiwa lain akibat terkelupasnya endotel dapat menyebabkan terbentuknya plak aterosklerotik. Bila peristiwa terbentuknya sumbat hemostatik primer berlangsung secara berulang, terjadi pada tempat yang sama, dan dalam periode waktu yang lama, otot polos atau sel lain akan berdiferensiasi dan migrasi ke intima. Suatu senyawa akan dilepas, selanjutnya akan menarik makrofag yang “ memakan “ kolestrol maupun materi yang lain, sehingga terbentuknya plak aterosklerotik.


Fungsi Trombosit

1. Produksi Trombosit

Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit. Diameter trombosit berkisar antra 2-4nm, volume 7fl (5-8fl) . Hitunglah trombosit antara 150-400x109/1, sedangkan umur trombosit berkisar 7-10 hari. Kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit yang dikeluarkan dari sumsum tulang tertangkap di limpa normal : namun pada kondisi spenomegali massif, jumlah ini bias meningkat sampai 90%. Produksi trombosit diatur oleh hormone trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal.

2. Struktur Trombosit

Secara ultrastruktur, trombosit terdiri atas :

a. Zona Perifer. Terdiri atas glikokalik, suatu membran ekstra yang terletak di bagian paling luar,di dalamnya terdapat membran plasma, dan lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka.

b. Zona sol-gel. Terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium ). Selain itu juga terdapat trombostenin, suatu protein penting untuk fungsi kontraktil.

c. Zona organela. Terdiri atas granula padat, mitokondria, granula α, dan organela (lisosom dan reticulum endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenine, serotonin, katekolamin, dan factor trombosit. Sedangkan granula α berisi dan melepaskan fibrinogen, PDGF (platelet-derived growth factor), enzim lisosom. Terdapat tujuh factor trombosit yang telah diidentifikasi dan diketahui cirri-cirinya. Dua diantaranya dianggap penting yakni factor trombosit 4(factor antiheparin).

Trombosit bila diaktifkan, akan mengalami kontraksi dan membentuk pseudopodia. Selam proses kontraksi, berbagai senyawa maupun granula terkonsentrasi pada bagian pusat trombosit, dan bila kontraksi makin kuat, membran organela robek, selanjutnya isi ini kemudian berinteraksi dengan reseptor membran trombosit terdekat , yang akan mengakibatkan pengaktifan lebih lanjut,sehingga makin banyak trombosit yang diaktifkan. Selain berintraksi dengan trombosit, beberapa senyawa juga berintraksi dengan sel endotel terdekat. Formasi pseudopodia ini meningkatkan adhesi trombosit (trombosit melekat pada permukaan bukan trombosit, misalnya pada kolagen/membran basalis),maupun agregasi (interaksi antar trombosit).

FDP, Fibrin/Fibrinogen Degradation Products; ADP, Adenosin Difosfat

Tabel 2. Faktor Koagulan dari Trombosit

Integrin

· GPIa/IIa: reseptor kolagen

· GPIb/IX-V: reseptor faktor vW

· GPIIb/IIIa:reseptor fibrinogen

· P-selekin

Protein

· Faktor trombosit 3 dan 4

· β-tromboglobulin

· PDGF

· Plasminogen

· Fibrinogen

· Protein plasma (albumin, IgG)

· Faktor vW

Amin biogenic

· Serotonin

· Histamin

· Katekolamin

Nukleotid adenine

· ADP

· ATP

· AMP siklik

Kation: Ca++

Tromboksan A2

Tabel 3. Beberapa Stimuli yang Dapat mengindulsi Reaksi Pelepasan Trombosit:

· Kolagen subendotel maupun membrana basalis

· Thrombin

· Fibrin monomer

· FDP, terutama fragmen X

· Endotoksin

· Kompleks antigen-antibody dalam sirkulasi

· Y-globulin yang melapisi permukaan

· Virus

· ADP

· Katekolamin

· Asam lemak bebas

Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP. Proses ini bersifat reversible yang terlihat sebagai gelombang pada grafiktes agregasi trombosit. Bila konsentrasi ADP makin meningkat, terjadilah agregasi trombosit. Selain ADP, juga di lepas serotonin, yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan pembentukan sumbat hemostatik primer, yang terdiri atas trombosit dan fibrin. Pada kondisi diaman kadar ADP mencapai titik kritis, terjadilah pengaktifan membran fosfolipid (factor trombosit 3), yang bersifat ireversibel. Membran fosfolipid ini memfasilitasi pembentukan komplek protein koagulasi yang terjadi secara berurutan.

Kejadian yang berurutan mulai agregasi trombosit, peningkatan reaksi pelepasan, pengaktifan factor trombosit 3, merupakan proses yang ireveribel, tampak sebagai gelombang ke dua dalam grafik tes agregasi trombosit. Hasil seluruh proses ini akhitnya terbentuk sumbat hemostatik primer. Galnula @, selain melepaskan fktor prokoagulan dan produk yang mengaktifkan trombosit, juga, melepas PDGF (platelet-derived growth factor), yang kemudian terikat dengan reseptor, yang akan menghambat sekresi trombosit maupun agregasi yang diinduksi oleh trombin .

Jalur Biokimia dan Fungsi Intrasel Trombosit

AMP siklik merupakan modulator kunci fungsi trombosit. Peranan dari senyawa ini menggabungkan protein yang tergantung AMP siklik, untuk membentuk aktivitas kinase. Kinase sendiri berfungsi untuk fosforilasi protein reseptor, yang akhirnya mengikat kalsium. Apabila kalsium dalam sel trombosit terikat, trombosit bersifat hipoagregasi dan hipoadhesi. Epinefrin, trombin, kolagen, dan serotonin menghambat enzim adenilat siklase, yang bertanggung jawab untuk konversi ATP menjadi AMP siklik. Hambatan ini mengakibatkan penurunan konsentrasi kinase, penurunan fosforilasi protein reseptor, pebingkatan ion kalsium,yang akhirnya berakibat hiperagregasi trombosit.

Enzim yang bertanggung jawab mengubah AMP siklik menjadi bentuk inaktif adalah fosfodiesterase. Dipiridamol, suatu obat antitrombosit, menghambat fosfodiesterase. Pada kondisi seperti itu , konsentrasi AMP siklik, kinase, dan protein reseptor yang telah mengalami fosforilasi meningkat. Akibatnya kalsium dalam trombosit akan terikat,trombosit menjadi hipoaktif.

Peranan Prostaglandin dan Derifat Prostaglandin

Membran fosfolipid trombosit maupun sel endotel diubah menjadi asam arakidonat oleh enzim fosfolipase A2(PLA2)yang diaktifkan oleh trombin maupun kolagen.Asam arahkidonat diubah menjadi tromboksan A2, suatu agen agregasi yang poten. Selain itu, tromboksan A2 juga berfungsi sebagai vasokonstriktor yang poten.

Pada sel endotel dan jaringan subendotel, prostasiklin sintetase mengubah PGH2 menjadi prostasiklin, suatu inhibitor agregasi dan vasodilator yang poten. Aspirin dan sulfinpirazon, merupakan antitrobosit yang berfungsi menghambat enzim siklooksigenase. Kedua antotrombosit ini bersifat selektif, dimana 70% aktivitas diarahkan ketrombosit, dan hanya sekitar 30% diarahkan sel endote. Hal ini yang memungkinkan sel endotel maupun melanjutkan sintesa prostaglandin, Sedangkan trombosit tidak.

Adenilat siklase adalah enzim yang mengubah ATP menjadi AMP siklik.tromboksan A2 merupakan inhibitor adenilat siklase yang poten, dan sebaliknya, prostasiklin merupakan stimulator adenilat siklase yang poten. Predisposisi terjadi trombosis atau perdarahan tergantung konsentrasi relative kedua senyawa tersebut.

Interaksi trombosit dengan pembuluh darah (adhesi), atau dengan trombosit yang lain (agregasi), serta dengan protein plasma terjadi pada permukaan membran trombosit dengan mediator glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit.

· Glikoprotein Ia/IIa merupakan salah satu reseptor adhesi dari trombosit (integrin). Peranan GPIa/IIa untuk adhesi trombosit kurang dominan, terbukti bahwa kelainan congenital, dimana tidak didapatkan GPI/IIa, tidak mengakibatkan timbulnya perdarahan yang berarti.

· GPIb/IX-V dan GPIb/IX-V merupakan faktor adhesi yang utama, sedangkan GPIb/IIIa merupakan mediator agregasi yang sangat penting.

· Pada sindrom Bernard-Soulier tidak ditemukan GPib dan GPIX. GPIb mempunyai beberapa fungsi : (i) kompleks GPIb/IX berfungsi sebagai reseptor untuk faktor vW) (ii) sebagai reseptor untuk antibodi yang tergantung klinin atau kinidin, seperti yang terjadi pada trombositopenia akibat kinin atau kinidin (iii)berfungsi sebagai bagian dari komplek reseptor-trombin dari trombosit.

· GPV sangat penting dalam pengaktifan trombosit oleh thrombin.

· Komplek GP IIb/IIIa terdapat pada granula a maupun pada membran trombosit. Keduangya merupakan sub-unit dari suatu glikoprotein tunggal. GPIIb merupakan protein yang dalam fungsinya sangat tergantung ion kalsium. Pada trombastenia Glanzman, GP IIb/IIIa merupakan reseptor fibrinogen, dan juga berfungsi sebagai tempat ikatan antibodi PLA 1. Ikatan fibrinogen pada IIb/IIIa diperlukan untuk agregasi trombosit yang optimal yang diinduksi oleh ADP. GPIIb/IIIa juga terikat pada faktor vW dan fibronektin.

Tabel 4. Glikoprotein Membran Trombosit

Glikoprotein

Fungsi

Karakteristik

Ia

Ib

IIa

IIb

IIIa

V

IX

Reseptor untuk subendotel yang tidak tergantung F.vW

Reseptor F.vW

Reseptor vW dan fibrinogen

Reseptor vW dan fibrinogen

Reseptor untuk thrombin

Reseptor thrombin (?)

Pada sindrom Bernard Soulier, Gp Ib tidak terdapat

Pada trombastenia Glanzmann, Gp IIb tidak terdapat

Pada trombastenia Glanzmann, Gp IIIa tidak terdapat

Pada sindrom Bernard-Soulier, GPV tidak terdapat

Pada sindrom Bernard-Soulier, GPIX tidak terdapat

Tabel 5. Faktor Koagulasi

Nomor faktor

Nama

Bentuk aktif

I

II

III
V
VII
VIIIC
IX
X
XI


XII

XIII

Fitzgerald

Fletcher

Fibrinogen

Protrombin

Faktor jaringan

Proaselerin

Prokonvertin

Faktor antihemofili

Faktor Christmas

Faktor Stuart-Prower

Plasma thromboplastin antecedent

Faktor Hageman

Faktor yang menstabilkan fibrin

Kininogen berat molekul tinggi

prekalikrein

Fibrin

Protease serin

Reseptor/kofaktor

Kofaktor

Protease serin

Kofaktor

Protease serin

Protease serin

Protease serin

Protesase serin

Transglutaminase

Kofaktor

Protease serin

Fungsi Protein Plasma

Fungsi protein plasma dalam hemostasis meliputi berbagai system :

a. Protein koagulasi

b. Enzim fibrinolisis

c. Inhibitor

d. Komplemen

e. Kinin

Pembentukan kinin dan pengaktifan komplemen dianggap tidak penting dalam kelainan trombohemoragi.

A. Protein Koagulasi

Protein koagulan, lebih sering ditulis dalam huruf Romawi, meskipun beberapa diantaranya tidak mempunyai angka Romawi. Pembentukan fibrin, bias digambarkan terdiri atas empat reaksi kunci yakni:

1. Pembentukan F.IXa (pengaktifan dengan system kontak)

2. Pembentukan F.Xa

3. Pembentukan trombin (F.IIa)

4. Pembentukan fibrin

Pembentukan faktor IXa, Pengaktifan lewat kontak dari jalur intrinksik diawali dengan pengaktifan faktor XII (faktor Hageman). Fosfolipid, kolagen, kolagen subendotel, dan kalikrein mampu mengubah F.XII menjadi F.XIIa (a:aktif). F.XIIa, merupakan serin protease, yang kemudian mengubah F.XI menjadi F.Xia. Reaksi ini akan terjadi cepat bila terdapat kininogen dengan berat molekul tinggi (highmolecular-weight kininogen). Namun bila tidak ada akan terjadi lambat. F.Xia, bersama ion kalsium mengubah F.IX menjadi F.IXa. F.IXa merupakan enzim yang berfungsi untuk pembentukan F.Xa. Perlu ditambahkan bahwa F.XIIa sendiri dapat mengubah prekalikrein menjadi kalikrein, sehingga dapat mengubah lebih banyak F.XII menjadi F.XIIa.

Pembentukann faktor Xa. Pembentukan F.Xa melibatkan dua jalur utama, intrinsic dan ekstrinsik. Jalur ekstrinsik melibatkan tromboplastin (faktor jaringan, tissue factor,TF),F.VII, dan ion kalsium. Faktor jaringan terdiri atas protein yang terikat pada membran lipoprotein,berada dalam kondisi terproteksi pada membran sel endotel. Bila terjadi injuri, faktor jaringan dilepas dalam sirkulasi, bersama ion kalsium membentuk kompleks dengan F.VII menjadi TF/F.VIIa.F.VIIa ini kemudian mengaktifkan FIX maupun FX. Pengaktifan FX(menjadi F.Xa) mengakibatkan pembentukan trombin dalam jumlah kecil. Trombin yang terbentuk ini akan meningkatkan proses koagulasi dengan mengaktifkan kofaktor V dan VIII. Jalur amplifikasi yang melibatkan faktor VIII dan faktor IX dapat diaggap sebagai suatu peranan yang dominan dalam meningkatkan produksi faktor Xa. Trombin juga dapat mengaktifkan faktor XI,yang dapat meningkatkan produksi faktor IXa.

Pembentukan F.Xa lewat jalur intrinsik membutuhkan lima komponen : substrat (F.X), enzim (F.IXa), kofaktor F.VIII : C), permukaan (faktor trombosit 3), ion kalsium. Faktor jaringan dan inhibitir jalur faktor jaringan (tissue factor pathway inhibitor,TFPI). Pembentukan F.Xa lewat jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, F.7, ion kalsium, dan TFPI. Faktor jaringan bias berasal sel endotel, sistem monosit/makrofag,maunpun sel ganas. Faktor jaringan akn terbentuk bila terjadi suatu injuri atau rangsangan, misalnya : Induksi sitokin (IL-1a,TNF a),pengaktifan komponen,terutama C5a, lipopolisakarida, dan kompleks imun dlam sirkulasi. Faktor jaringan diaktifkan atau dilepas untuk mengaktifkan F.VII menjadi F.VIIa, membentuk kompleks dengan F.VII bersama kalsium. Komplek TF/F.VIIa mampu mengaktifkan baik F.X maupun F.IX menjadi F.Xa dan F.IXa. sebagai tambahan, F.Xa dapat mengubah kompleks TF/F.VII menjadi kompleka TF/VIIa, sehingga meningkatkan potensi dalam mengaktifkan F.IX dan F.X. Proses aktivasi yang di mediasi injuri ini dihambat oleh TFPI. Terdapat beberapa sel sebagai sumber TFPI: sel endotel (sumber utama), hepatosit, paru, ginjal, monosit, dan kandung kencing.

Pembentukan thrombin. Dalam reaksi ini dibutuhkan: substrat (F.II), enxim (F.Xa), kofaktor (F.V), faktor trombosit 3 atau fosfolipid lain, ion kalsium.

Semua faktor ini membentuk kompleks pada permukaan fospolipid untuk membentuk thrombin, suatu enzim baru. Peran kofaktor dalam hal ini untuk menjamin bahwa hanya enzim dan substrat yang tepat yang akan masuk dalam komplek pembentukan. Sebagai contoh, adanya faktor V memungkinkan F.Xa bereaksi dengan F.II. pembentukan F.Xa dan thrombin tergantung pada beberapa faktor yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X). faktor-faktor ini disintesis dalam parenkim sel hepar.

Pembentukan Fibrin. Trombin melepaskan dua peptida kecil dari fibrinogen, yaitu fibrinopeptid A dan B, dan terbentuklah fibrin monomer. Fibrin monomer berpolimerisasi dengan membentuk agregasi “end to end” dan “side to side”, yang bersifat larut (soluble fibrin), yang larut dalam 5M urea atau asam monoklorasetik 1%. Pembentukan fibrin monomer yang larut disebut polimerisasi 1. Fungsi lain dari thrombin yang penting ialah mengaktifkan faktor XIII menjadi faktor XIIIa. Faktor XIIIa mengubah fibrin yang larut menjadi tidak larut. Peristiwa ini disebut polimerisasi II.

Sistem Fibrinolisis

Sistem fibrinolisis berfungsi menghancurkan bekuan fibrin. Plasmin mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrin maupun fibrinogen, memecah keduanya menjadi produk degredasi fibrin/fibrinogen (fibrin/fibrinogen degradation products, FDP). Plasmin juga memecah F.V, VII, IX dan XI, hormone adenokortikotropik (ACTH), hormon pertumbuhan, insulin dan banyak lagi protein yang lain. Dalam sistem fibrinolisis terdapat dua jalur pengaktifan fisiologik: (i) melibatkan activator plasminogen (tissue plasminogen activator, t-PA); (ii) melibatkan F.XIIa (Hageman). F.XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein, selanjutnya kalikrein mengubah plasminogen menjadi palsmin.

Di dalam klinik, terdapat beberapa activator farmakologik yang sering digunakan untuk trombolisis, misalnya streptokinase, urokinase, t-PA, dan acylplasminogen-streptokinase activator complex (APSAC). Urokinase secara langsung mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin, tetapi streptokinase-plasminogen, selanjutnya komplek ini kemudian mengubah plasmin. Sistem fibronolisis dimodulasi oleh sejumlah inhibitor: (i) α2-antiplasmin (α2-AP), yang menghambat kerja plasmin; (ii) α2-makroglobulin; (iii) inhibitor activator plasminogen, (plasminogen activator inhibitor type 1, PAI-1). PAI-1 merupakan modulator yang menghambat t-PA dan activator plasminogen urokinase.

Fibrinogen terdiri dari beberapa bagian,A-a dan B-b serta rantai g dengan peptida. A dan peptida B. Pada awalnya fibrin dan fibrinogen dipecahkan menjadi fragmen X. Pemecahan berikutnya menghasilkan fragmen Y dan fragmen D, dan pemecahan terakhir menghamsilkan frgmen D (lain) dan fragmen E. fragmen X, Y, D dan E secara klinik merupakan FDP yang dapat diukur. Adanya FDP menunjukkan suatu kondisi klinik yang srius,di man terdapat gangguan polimerisasi fibrin monomer dan fungsi trombosit.

Sistem Inhibitor

Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah inhibitor. Inhibitor ini berfungsi membatasi reaksi koagulasi yang berlebihan, agar pembentukan fibrin terbatas disekitar daerah yang mengalami injuri saja, untuk mencegah terjadinya kondisi patologi. Beberpa inhibitor penting dalam sistem koagulasi: antitrombin III (ATIII), protein C (PC),protein S (PS).

· ATIII merupakan inhibitor koagulasi fisiologik yang kuat, terdiri atas glikoprotein yang sistesa oleh hepar. ATIII menghambat aktivitas thrombin (IIa), F.Xa dan dalam tingkatan yang lebih rendah juga menghambat IXa, XIa, XIIa, dan kalikkrein. Fungsi inhibitor ini terjadi semakin kuat dengan adanya heparin.

· Protein C merupakan zimogen (praenzim),disintesa di hepar,tergantung vitamin K. Protein C di aktifkan oleh thrombin bersama dengan ion kalsium dan trombomodulin yang terletak di permukaan fosfolipid, ion kalsium , dan sangat di tingkatkan oleh prorein S. PCa juga berkerja aktif selama proses fibrinolisis dengan jalan menghambat inhibitor aktivaktor plasminogen (PAI-1).

· Protein S, juga disintesa di hepar, tergantung vitamin K. Protein S dalam sirkulasi berfungsi sebagai kofaktor protein C.

Hubungan Pengaktifan Komplemen dan hemostasis

Meskipun pengaktifan sistem komplemen tidak termasuk bagian integral dari fisologi hemostasis, namun mempunyai peranan penting dalam penyakit trombohemoragik. Sistem komplemen dapat meningkat kan permeabilitas pembuluh darah, mengakibatkan hipotensi dan syok, suatu kejadian yang sering terjadi pada koagulasi intravascular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) dan kelainan trombohemoragik yang lain. Pengaktifan komplemen C8-9 (fase” attack”) dapat mengakibatkan lisis osmotic dari eritrosit dan trombosit. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan materi prokoagulan, yang akhirnya akan meningkatkan proses koagulasi. Sebagai, contoh, lisis eritrosit yang diinduksi komplemen, akan melepas membran fosfolipoprotein maupun ADP, dimana keduanya berfungsi sebagai prokoagulan. Lisis trombosit akan mengakibatkan pelepasan ADP, yang juga meningkatkan aktivita koagulasi. Sistem komplemen terdiri atas suatu reaksi seri yang terjadi secara berurutan seperti pada reaksi koagulasi. Pengaktifan C1 sampai C5 disebut fase aktivasi; sedangkan pengaktifan C5 sampai C9 disebut fase “attack”.

F.XIIa dapat mengubah prekalikrein menjadi kalikrein, yang selanjutnya mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin dapat mengaktifkan C1 atau C3. Aktivasi komplemen yang diinduksi oleh palsmin ini dapat mengakibatkan kondisi klinik yang serius.

Hubungan Pengaktifab dan koagulasi

Kelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan :

Kelainan pembuluh darah. Trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, kelainan koagulasi.Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam homeostasis. Pemeriksaan penyaring ini meliputi :pemeriksaan darah lengkap (complete blood count, CBC), evaluasi darah apus, waktu perdarahan, waktu protrombin (prothrombin time, PT),activated partial thromboplastin time (aPTT), agregasi trombosit.

Pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi darah apus

Trombositopenia sering merupakn penyebab perdarahan abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah ferifer. Selain untuk memastikan adanya trombositopenia, dari pemeriksaan darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang jelas seperti misalnya leukemia.

Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Pemeriksaan penyaring meliputi penilain jalur intriksik dan ekstrinsik dari sitem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin.

· Waktu protrombin (PT)mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Nilai normal 10-14 detik. Nilai PT sering diekspresikan sebagai INR (international normalized ratio).

· aPTT mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII,selain faktor V, X, protrombin dan fibrinogen. Nilai normal aPTT antara 30-40 detik.

· Perpanjangan dari PT dan aPTT yang disebabkan karena defesiensi faktor koagulasi dapat dikoreksi dengan penambahan plasma normal kedalam plasma yang diperiksa. Apabila tidak dapat dikoreksi, dicurigai kemungkinan adanya inhibitor koagulan.

· Waktu thrombin (thrombin time,TT) cukup sensitive untuk menilai defesiensi fibrinogen atau adanya hambatan terhadap thrombin.Nilai normal antara 14-16 detik.

Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Termasuk disini misalnya fibrinogen,faktor vW, dan faktor VIII. Pemeriksaan bias secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek koreksi dari plasma yang mengandung kekurangan substrat tertentu yang mempunyai perpanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT), dengan efek koreksi terhadap plasma normal, yang hasilnya dinyatakan dengan persentase aktivitas normal.

Waktu perdarahan. Waktu perdarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit abnormal misalnya pada defesiensi faktor vW. Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan memanjang,namun pada perdarahan abnormal yang disebabkan kelainan pembuluh darah, waktu perdarahan biasanya normal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara member tekanan pada lengan atas dengan memasang manset tekanan darah. Selain itu, dibuat insisi kecil pada daerah fleksor lengan bawah. Pada keadaan normal, perdarahan akan berhenti dalam waktu 3-8 menit.

Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai penting. Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering di gunakan misalnya : ADP, kolagen. Ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.

Pemeriksaan Fibrinolisis. Peningkatan activator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa tehnik imunologi digunakan untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen (D-dimer).

Tabel 6. Pemeriksaan penyaring untuk Diagnosis kelainan Koagulasi

Pemeriksaan penyaring

Abnormalitas yang ditujukan dengan perpanjangan

Penyebab kelainan yang paling sering

Waktu thrombin (TT)

Waktu protrombin (PT)

Actifated partial thromboplastin time (aPTT atau PTTK)

Defisiensi atau abnormal dari fibrinogen

Hambatan thrombin oleh heparin atau FDP

Defisiensi atau hambatan dari salah satu atau lebih dari faktor koagulasi: VII, X,II, fibrinogen

Defisiensi atau hambatan dari salah satu faktor koagulasi: XII, XI, IX, VIII, X, V, II, fibrinogen

Koagulasi intravascular diseminata

Terapi heparin

Penyakit hepar

Terapi warfarin

Hemofilia, Christmas disease

C. Jenis Penyakit dengan Kelainan Hemostasis

1. Diatesis hemoragik karena faktor vaskuler

2. Diatesis hemoragik karena kelainan trombosit

3. Purpura thrombositopenik idiopatik (PTI)

4. Gangguan faal trombosit = trombopati

5. Gangguan koagulasi herediter

6. Gangguan koagulasi didapat (acquired coagulation disorders)

a. Defisiensi vitamin K

b. Gangguan perdarahan pada penyakit hati

c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

d. kelainan akibat timbulnya antibody terhadap factor pembekuan

BAB VI

PEMBAHASAN 2

IDIOPATIK TROMBOSITOPENIK PURPURA ( ITP )

1. Defenisi ITP

Ada beberapa pengertian tentang ITP :

a. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah suatu keadaa pendarahan yang di tandai dengan timbulnya petekia dan ekismosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui (Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, hal: 479. Jakarta : FKUI)

b. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak di ketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune throbocytopenic purpura (Prof.dr.i Made Bakta,2007)

c. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa (Ilmu Penyakit Dalam, IPD 2006)

Dikatakan idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena pendarahan.

2. Etiologi ITP

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela dsb), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutason, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengarus fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya nutrisi), DIC (misal pada DSS, leukimia) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP merupakan penyakit auto imun.

3. Gambaran Klinis ITP

Berdasarkan gambaran klinik nya terbagi :

1. ITP Akut

a. ITP akut sering terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa, awitan penyakit biasanya mendadak,

b. Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya pendarahan berulang

c. Sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella)

d. Penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisela zooster dan Ebstein Barr.

Manifestasi pendarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fuliminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.

2. ITP kronik

Awitan ITP biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai minggu, mungkin intermitten atau terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap.

Manifestasi perdarahan ITP berupa ekismosis, petekia, purpura, pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan dengan jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan :

a. AT > 50.000/mL maka biasanya asimptomatik,

b. AT 30.000-50.000 /mL terdapat luka memar/hematom,

c. AT 10.000-30.000/mL terdapat perdarahan spontan, menorarhagia dan perdarahan memanjang,

d. AT < 10.000/mL terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat.

e. Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekia pada mukosa nasal juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut.

f. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menorarhagia dapat merupakan gejala satu-satunya dari ITP dan mungkin nampak pertama kali pada pubertas.

g. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.

h. Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis.

i. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada ITP. Hal ini mengenai hampir 1 % pasien dengan trombositpenia berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dari petekia sampai ekstravasasi darah yang luas.

Permeabilitas, fragilitas dan vasokontriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah berupa petekia, purpura, dan ekismosis yang besar. Peningkatan fragilitas pembuluh darah memungkinkan terjadinya ruptur yang menimbulkan petekia, purpura (terutama pada kulit dan mukosa), ekismosis yang besar, serta perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam. Vasokontriksi dapat mengakibatkan obstruksi yang bersifat parsial maupun total, iskemia, dan akhirnya terbentuk trombus. Vasokontriksi ini dibawah kontrol lokal (suhu, pH, PCO2), neural (saraf simpatis) dan humoral. Faktor humoral yang mengendalikan vasokontriksi terutama substansi yang dilepas oleh trombosit seperti : epinefrin, norepinefrin, ADP (adenosin dipospat), kinin, dan tromboksan. Produk degradasi fibrin/fibrinogen (FDP, fibrin) yang dilepas sewaktu sistem fibronolisis bekerja padza fibrin dapat memodulasi vasokontriksi.

4. Patofisiologi ITP

Purpura Trombositopenia Imun ( PTI ) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikoloendotelial akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G . Purpura Trpmbositopenia Imun disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah.

Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh faktor yang heterogen, sampai saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai mekanismenya. Harrington (1951) menyimpulkan bahwa kerusakan trombosit disebabkan adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh, yang saat ini dikenal sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG. Court dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa PAIgG meningkat pada PTI, sedangkan Lightsey dan kawan-kawan menemukan PAIgG lebih tinggi pada PTI akut dibanding bentuk kronik.

Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita PTI, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri. Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa PTI disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Pada PTI, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mekanisme kerusakan trombosit pada bentuk akut dan kronik. PAIgG diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam tubuh.

Pada bentuk akut antigen spesifik diduga bersumber dari infeksi virus yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya. Antigen ini bersama PAIgG membentuk kompleks antigen-antibodi, dan selanjutnya melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat lisis atau penghancuran oleh sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang dan getah bening. Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan.

Bentuk PTI kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut. Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap tinggi walaupun kompleks antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak setinggi pada bentuk akut.

Pada PTI akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada saat imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada PTI kronis telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun hanya yang berakibat terbentuknya antibody spesifik terhadap antibody. Namun bagaimana antibody antitrombosit meningkat pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut dan kronis serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.

Keadaan demikian diduga berhubungan erat dengan konstitusi genetik yang spesifik dari sistim immunologik penderita, dimana peninggian PAIgG disebabkan adanya autoantigen pada membrana trombosit atau oleh antigen spesifik yang melekat pada permukaan trombosit. Selain oleh konstitusi genetik spesifik, peninggian PAIgG bisa juga disebabkan oleh kelainan pada mekanisme immunologik sehingga pembentukan PAIgG terus berlanjut.

Dari gambar dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis.

1. Pada mulanya glikoprotein IIb/IIIa yang terdapat pada membran trombosit yang dianggap sebagai antigen oleh autoantibodi (IgG), namun pada tahap ini belum ada antibodi yang mengenali glikoprotein lainnya seperti Ib/IX.

2. Trombosit yang telah dilingkupi oleh autoantibodi ini akan berikatan dengan sel penyaji antigen (APC) misalnya makrofag atau sel dendritik pada reseptor Fcɤ dan mengalami internalisasi dan degradasi.

3. Selain merusak glikoprotein IIb/IIIa, APC juga akan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit lainnya.

4. APC yang teraktivasi akan

5. Mengekspresikan peptida baru pada permukaan selnya dengan bantuan konstimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang fungsinya memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T Cell clone (T-Cell clone-1) dan spesifitas tambahan (T-Cell clone-2).

Sel B sebagai reseptor sel immunoglobulin, selain meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi (oleh B-Cell clone-1) juga akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibodi (oleh B-Cell clone-2)

Mekanisme terjadinya bercak-bercak

Efek lokal perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari pembuluh di dalam jaringan dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang ringan hingga yang mematikan. Pengaruh lokal yang ringan adalah timbulnya bercak-bercak hitam kebiruan. Hal ini berkaitan dengan adanya eritrosit yang keluar dan terkumpul dalam jaringan. Eritrosit yang keluar dari pembuluh ini dipecahkan dengan cepat dan difagosit oleh makrofag. Pada saat Hb dimetabolisme dalam sel-sel makrofag ini, terbentuk suatu kompleks yang mengandung besi yang dinamakan hemosiderin, bersamaan pula dengan terbentuknya zat yang tidak mengandung besi yang dalam jaringan dinamakan hematoidin (secara kimia identik dengan bilirubin). Hemosiderin berwarna coklat-karat dan hematoidin berwarna kuning muda. Interaksi pigmen-pigmen ini berpengaruh pada warna bercak-bercak hitam kebiruan kemudian memudar menjadi coklat dan kuning, dan akhirnya menghilang karena makrofag mengembara dan pemulihan jaringan yang sempurna. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)

5. Anamnesis ITP

Langkah – langkah anamnesis dilakukan oleh dokter terhadap pasien adalah :

a. Anamesis penyakit , meliputi :Keluhan utama dan keluhan tambahan

ø Berbagai keluhan yang dapat dijumpai pada pasien adalah :

· perdarahan gusi

· perdarahan dari hidung

· mudah memar

· purpura (perdarahan kecil di dalam kulit)

· petekia (bintik merah kecil)

· perdarahan saluran pencernaan

· menometrorrhagia (perdarahan dari uterus yang berlebihan)
Akibat kurangnya jumlah trombosit darah tidak dapat dibekukan.

6. Pemeriksaan Fisik ITP

Jika dokter mencurigai ITP, maka akan dilakukan pemeriksaan kulit pasien yang dicurigai memar, daerah purpura, atau petechiae. Jika pasien ada riwayat mimisan atau perdarahan dari mulut atau bagian lain dari tubuh, akan diperiksa penyebab lain dari perdarahan. Pasien dengan ITP biasanya terlihat dan merasa sehat kecuali apabila terjadi perdarahan. yang palaing penting diperiksa adalah spleen dan adanya demam. Pasien dengan ITP biasanya tidak demam, sedangkan pasien dengan lupus atau adanya trombositopenia biasanya demam.

7. Pemeriksaan Penunjang ITP

§ Pemeriksaan darah rutin
Pada pemeriksaan darah rutin sering terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) antara 10.000 – 50.000/mmk (Bakta, 2007).

§ Morfologi darah tepi
Pemeriksaan pada darah tepi sering ditemukan gambaran trombosit berukuran besar (megatrombosit)

Gambaran sumsum tulang memperlihatkan megakariosit & megatrombosit pada morfologi darah tepi :

megakariosit megatrombosit

§ Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang dijumpai peningkatan jumlah megakariosit imatur dan agranuler yang tidak mengandung trombosit

§ Uji penapisan koagulasi

Pada uji penapisan koagulasi ditemukan masa perdarahan (bleeding time) memanjang, tetapi masa pembekuan (clotting time), activated partial thromboplastin time (APTT), dan plasma prothrombin time (PPT) normal (Alpers, 2007; Latief 2005)

§ Pemeriksaan imunologi
Pada pemeriksaan imunologi dapat pula ditemukan adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum, yang lebih spesifik yaitu antibodi terhadap Gp IIb/IIIa dan Gp Ib (Bakta,2007)

8. Diagnosa ITP

Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinarius merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragia dapat merupakan komplikasi yang paling serius pada ITP. Hal ini mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di subaracnoid, sering multipel, dan ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi dara yang luas.

Manifestasi Klinis

ITP Akut

ITP Kronik

Sering pada anak

dewasa

Onset mendadak

Onset tidak menentu

Sering didahului infeksi

Infeksi jarang terjadi

Dapat dijumpai eksantema (rubeola/rubella), ISPA, VZV, dan EBV

Ekimosis, petekie, purpura. Frekuensi perdarahan terkait dengan jumlah trombosit.

  1. Trombosit > 50.000/uL: asimptomatik
  2. Trombosit 30.000 – 50.000/uL: luka memar/hematoma
  3. Trombosit 10.000 – 30.000/uL: perdarahan spontan, menoragia, perdarahan memanjang pada luka.
  4. Trombosit < 10.000/uL: perdarahan mukosa dan risiko perdarahan SSP

Perdarahan ringan paling sering, perdarahan intracranial hanya < 1%

Perdarahan ringan-sedang, selama beberapa hari-minggu, intermiten/kontinu

Self-limiting; remisi spontan terjadi pada 90% pasien

Remisi spontan jarang terjadi

ITP akut dewasa keadaannya lebih buruk

Klinis fluktuatif

Kriteria diagnosis

Diagnosa pasti ditegakkan atas dasar thrombositopenia dengan penyebab yang tidak diketahui

a) Trombositopeni (megatrombosit): (<150.000/mcL), darah lain normal.

b) Ruam Purpura, Peteki

c) Perdarahan konjungtiva, perdarahan selaput lendir lain.

d) Sumsum tulang (bagi sitopenia & tdk respon dgn therapy): Banyak megakariosit dan agranuler, atau tidak mengandung trombosit.

e) Usia dewasa 18-40 thn, Sering pada wanita 2-3x dari pria

f) Splenomegali ringan, tidak ada limfadenofati

g) ITP Akut: Berumur < 10 thn, =

h) ITP Kronis (> 6 bln): Lebih sering pada remaja, >

i) Tidak musiman

j) Megakariosit dalam sumsum tulang yang agranuler.

Diagnosa pada Ibu Hamil

Diagnosa ITP selama kehamilan cukup sulit dilakukan, karena jumlah sel-sel darah merah pada wanita hamil memang cukup rendah. Sekitar 5% wanita hamil memiliki jumlah sel darah merah yang normalnya juga cukup rendah di masa kehamilan tuanya. Penyebabnya juga tidak diketahui. Tetapi kondisi ini akan kembali normal sesaat setelah proses bersalin dilakukan. Bayi yang lahir dari seorang ibu yang penderita ITP kemungkinan juga memiliki jumlah sel darah merah yang rendah dalam tubuhnya. Kodisi ini biasa berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu setelah ia dilahirkan. Setelah lahir, bayi umumnya tetap dirawat di rumah sakit untuk keperluan observasi beberapa hari. Sampai diperoleh kepastian bahwa tidak ada masalah, bayi boleh dibawa pulang ke rumah.

9. Diagnosa Banding ITP

a) Anemia aplastik

b) Leukemia akut

c) DIC(Dissaminated intravascular coagulation)

d) TTP-HUS (Thrombotic Thrombocytopenic purpura-hemolytic uremic syndrome)

e) APS (Antiphospholipid antibody syndrome)

f) Myelodysplastic syndrome.

g) Hypersplenisme

h) Alcohol liver disease

i) Bentuk Sekunder PTI : SLE, HIV, Leukemia limfositik kronik

10. Pencegahan ITP

1. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.

2. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan.

11. Pengobatan ITP

Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu,terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex:prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rhimunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .

Terapi Awal (Standar)

1. Prednison

Terapi awal PTI (Purpura Trombositopenia Imun) dengan prednisolon atau prednisone dosis 1,0 – 1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.

2. Immunoglobulin Intravena

Immunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1 g/kg/hari selama 2 – 3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT (antibody trombosit) < 5000/ meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.

3. Splenektomi

Telah digunakan sejak tahun 1916. Indikasi splenektomi sebagai berikut :

a. Bila AT < 50.000/ setelah 4 minggu.

b. Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu.

c. Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturunkan (tapering off).

Penatalaksanaan dapat dibedakan pada :

1. PTI akut:

· Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan

· Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, berikan kortikosteroid

· Pada trombositopenia akibat koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapat diberikan heparin intravena. Pada pambarian heparin sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protein sulfat.

· Bila keadaan saat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna), berikan tranfusi suspense trombosit.

2. PTI menahun:

· Imunoglobulin intravena (dosis inisial 0,8 g/kg, 1 kali pemberian)

· Kortikosteroid (4mg prednison/kg/hari per oral selama 7 hari, kemudian tapering-off dalam 7 hari).

· Antibodi anti-R (D)

· α interferon

· Siklosporin 3-8 mg/kg perhari dibagi dalam 2-3 dosis

· Azatioprin 50-300 mg/m2/hari per oral, selama > 4 bulan

Pengobatan Gawat Darurat

a) Pada pasien ITP, perlu diberikan glukokortikoid dosis tinggi secara parenteral dan imunoglobulin IV, dengan atau tanpa transfusi platelet

b) Transfusi platelet diindikasikan untuk mengontrol perdarahan berat. Platelet survival meningkat jika platelet ditansfusikan segera setelah infus imunoglobulin IV. Guideline untuk dosis transfusi.

c) 6-8 U konsentrat platelet, atau 1 U/10 kg . 1 U platelet untuk meningkatkan jumlah platelet 70-kg orang dewasa sebesar 5-10,000/mm3 dan anak-anak 18-kg sebesar 20,000/mm3

d) Splenektomi dianjurkan untuk pasien yang mengalami kegagalan terapi medis. Splenektomi darurat diindikasikan pada pasien untuk perdarahan yang mengancam jiwa ketika terapi medis menemui kegagalan.

e) Pada pasien bukan gawat darurat, divisi emergensi berfokus kepada penegakan diagnosis.

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Untuk penderita yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberpa pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut :

1. Steroid Dosis Tinggi

· Terapi penderita PTI refrakter selain prednisolone dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi.

· Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

2. Metilprednisolon

· Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednisone dosis konvensional.

· Dari penelitian Weil, pada penderita PTI berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari

3. IgIV Dosis Tinggi

· Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat.

· Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv

4. Anti-D Intravena

· Dosis anti-D 50 – 75 /kg/perhari iv.

5. Alkaloidn Vinka

· Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya : Vinkristin I mg atau 2 mg iv, Vinblastin 5 – 10 mg, setiap minggu selama 4 – 6 minggu.

6. Danazol

· Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.

· Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hari setiap 4 bulan.

7. Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi

· Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespon dengan terapi lainnya.

· Terapi dengan azathioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%.

8. Dapsone

· Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan.

· Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.

Farmakologis

1) Glukokortikoid dan IVIg merupakan terapi medis terpilih. Indikasi penggunaannya tergantung pada kondisi klinis pasien, hitung trombosit absolut, dan derajat gejala. Anak-anak dengan hitung platelet>30.000/mm3 dan asimtomatik atau hanya memiliki purpura minor, tidak memerlukan tatalaksana rutin. Anak dengan hitung platelet <20.000/mm3 dan perdarahan membran mukosa yang signifikan serta yang memiliki hitung trombosit <10.000/mm3 dan purpura minor perlu menerima tatalaksana spesifik.

2) Orang dewasa dengan hitung platelet >50,000/mm3 tidak memerlukan tatalaksana. Tatalaksana diindikasikan untuk orang dewasa dengan hitung platelet <50,000/mm3 dengan perdarahan membran mukosa yang signifikan. Tatalaksana juga diindikasikan untuk orang dewasa dengan faktor risiko perdarahan (misalnya hipertensi, ulkus peptikum, gaya hidup yang kaku) dan pada pasien dengan hitung platelet <20.000-30.000/mm3.

3) Penggunaan steroid, imunosupresan dan splenektomi sebenarnya tidak terlalu dinjurkan karena komplikasi yang ditimbulkannya. Untuk penggunaan steroid pada jangka panjang, dapat menyebabkan osteoporosis, glaukoma, katarak, berkurangnya massa otot, dan peningkatan risiko infeksi. Sementara pada terapi imunosupresif dan splenektomi, dapat terjadi peningkatan risiko infeksi/ sepsis atau memperburuk imunosupresi. Clinical trial telah menunjukkan perkembangan menjanjikan yang dapat menstimulasi produksi platelet, seperti misalnya thrombopoietin receptorbindingagents.

Drug Induced Trombocytopenia

Kriteria Diagnosis Drug Induced Trombocytopenia:

i. Terapi dengan obat kandidat mendahului terjadinya trombositopenia dan setelah terapi dihentikan, jumlah trombosit menjadi normal dan hal ini menetap.

ii. Obat kadidat adalah satu-satunya obat yang diberikan sebelum onset trombositopenia, atau jika obat lain terus diberikan setelah penghentian obat kandidat jumlah trombosit tetap normal.

iii. Penyebab trombositopenia lain sudah disingkirkan.

iv. Trombositopenia akan kembali terjadi jika obat kandidat diberikan lagi.

Tingkatan Bukti :

I (Definite) Pasti = jika kriteria 1,2,3,4 terpenuhi

II (Probable) = jika kriteria 1,2,3 terpenuhi

III (Possible) = jika hanya kriteria 1 terpenuhi

IV (Unlikely) = jika kriteria 1 pun tidak terpenuhi.

(George, et al. 1998, 2007; Rahajuningsih D Setiabudy, 2007).

Daftar obat yang sering menyebabkan terjadinya trombositopenia

§ Golonga Kuinin atau Kuinidin : Kuinin, Kuinidin

§ Heparin : Regular unfractionated heparin, heparin berat molekul rendah

§ Garam emas

§ Antimony containing drugs : Stibophen, Sodium stibogluconate

§ Antimikroba (Sefalosporin, Siprofloxacin, Clarithromycin, Fluconazole, Penicillin, Rifampin, Golongan sulpha , Vancomycin)

§ Obat anti-inflamasi

§ Pengobatan jantung dan diuretic

§ Benzodiazepines (Diazepam)

§ Anti-epileptic drugs (Carbamazepine, Phenytoin, Valproic acid)

§ H2-antagonists : Cimethidine, Ranitidine

§ Sulfonylurea drugs (Chlorpropamid, Glibenclamide)

§ Iodinated contrast agents

§ Retinoids (Isotretinoin, Etretinate)

§ Anti-histamin (Antazoline, Chlorpheniramine)

§ Illicite drugs (Cocaine, Heroin, Qunine containment)

§ Anti-depresan (Amitriptyline, Desipramine, Doxepin, Imipramine, Mianserine)

§ Miscellaneous drugs (Tamoxifen, Actinomycin-D, Aminoglutethimide, Danazole, Desferrioxamine, Levamizole, Lidocaine, Morphine, Papaverine, Ticlopidine)
(Rahajuningsih D. Setiabudy, 2007)

Kuinin

Kuinin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit malaria dan kram otot. Sedangkan kuinidin digunakan sebagai pengobatan terhadap cardiac arrhythmia. DIT akibat kuinin terjadi bukan pada pemberian pertama, tetapi setelah pemakaian berulang-ulang. Gambaran klinis DIT akibat kuinin seperti perdarahan di tungkai bawah, petekia, dan perdarahan pada daerah mukosa. Perdarahan intracranial dan intraperitoneal jarang dijumpai (Rahajuningsih, 2007).

Antagonis Glikoprotein (GP) IIb/IIIa

GP II b/IIIa merupakan reseptor fibrinogen dalam proses agregasi trombosit maka obat ini antagonis terhadap reseptor tersebut sehingga menghambat proses agregaso trombosit sehingga dapat mencegah terjadinya thrombosis. Obat ini bekerja secara kompetitif dalam menghambat ikatan antara fibrinogen ke GP IIb/IIIa. Ada tiga macam obat jenis ini yang sedang dikembangkan di Amerika Serikat, yaitu abciximab, tirofiban, dan eptifibatide. Obat tirofiban dan eptifibatide diduga mengakibatkan perubahan pada glikoprotein begitu berikatan dengan GP IIb/IIIa. Perubahan yang terjadi menyebabkan ekspresi dan antigen baru yang dinamakan ligand-induced binding sites (LIBS) yang kemudian merangsang pembentukan antibodi (Rahajuningsih, 2007).

Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT)

Heparin mempunyai efek antikoagulan karena meningkatkan aktivitas antitrombin untuk menetralkan thrombin dan protease serin lainnya. Gambaran klinis pada HIT, yaitu thrombosis baik pada vena maupun arteri dan dapat menimbulkan gangrene di tungkai.
Pada HIT terjadi kompleks antara antibodi dengan heparin-platelet factor 4 (PF4) akan mengikat trombosit melalui reseptor Fc sehingga mirip dengan hipotesis innocent bystander (Rahajuningsih, 2007).

Hipotesis Hapten- Ackroyd

Obat dianggap sebagai hapten di mana hapten tersebut akan membentuk ikatan kovalen dengan trombosit sehingga terbentuk kompleks antigen yang terdiri dari obat-trombosit. Selanjutnya kompleks ini akan merangsang pembentukan antibodi yang dapat mengenali dan mengikat tombosit dan akan didestruksi oleh RES sehingga terjadi trombositopenia (Rahajuningsih, 2007).

Teori ini mengungkapkan bahwa obat berikatan erat dengan protein plasma dan merangsang pembentukan antibodi. Kompleks imun yang antara antibody-antigen (obat-protein plasma) akan diabsorbsi oleh trombosit secara non spesifik melalui reseptor Fc dan kemudian trombosit ini dihancurkan oleh RES. Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang menentang teori ini karena antibody mampu mengenali glikoprotein pada membran trombosit serta mengikat trombosit melalui Fab dan bukan melalui Fc. Kecuali mungkin pada trombositopenia akibat penicillin dosis tinggi, karena obat golongan tersebut mampu membentuk ikatan kovalen dengan membran trombosit sehingga trombositopenia terjadi menurut mekanisme hapten (Rahajuningsih, 2007)

12. Komplikasi ITP

Komplikasi dari penyakit ITP ini antara lain:

a. Perdarahan intrakranial (pada kepala). Ini penyebab utama kematian penderita ITP.

b. Kehilangan darah yang luar biasadari saluran pencernaan

c. Efek samping dari kortikosteroid

d. infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi splenektomi. umumnya akan mengalami demam sekitar 38.80C.

13. Prognosis ITP

Anak

Dewasa

83% mengalami remisi spontan, dan 89% sembuh.

Pemulihan spontan hanya dialami 2% pasien

> 50% pasien sembuh dalam waktu 4-8 minggu

30% memiliki penyakit kronik lain

2% Pasien meninggal

5% meninggal karena perdarahan

BAB VI

RINGKASAN & KESIMPULAN

A. Ringkasan

Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Oleh karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat pendarahan fatal., atau pun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau relaps. (Anainformation center,2008)

Pendarahan dihidung atau gigi merupakan tanda-tanda utama penyakit ITP namun kebanyakan penyakit hanya ada tanda-tanda lebam dan petekia dianggota badan. Gejala umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia adalah petekiae, ekimosis, gusi dan hidung berdarah, menometorrhagia, sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah hematuria, perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial.

Perdarahan biasanya terjadi bila jumlah trombosit < 50. 000/ mm3. Jika jumlah trombosit semakin menurun, maka perdarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi perdarahan otak (meskipun otaknya sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa berakibat fatal.

ITP banyak terjadi pada masa kanak-kanak, tersering diprepitasi oleh infeksi virus dan biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu infeksi virus.

Pemeriksaan atau diagnosa penyakit ITP bisa melalui beberapa pertanyaan yang diajukan kepada penderita (atau keluarga) penderita serta melalui pemeriksaan fisik. Bisa juga dengan menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah penderita. (Family Doctor,2006). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombosit <10.000/ml. Hitung jenis lain normal., terkecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia ringan yang disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan hemolisis. Pemeriksaan morfologi sel darah normal, kecuali trombosit yang agak membesar(megakariosit). Megakariosit ini merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respon terhadap destruk sitrombosit. (Arief mansoer, dkk).

Pada pemeriksaan, sumsum tulang terlihat normal, dengan jumlah megakariosit normal atau meningkat. Tes koagulasi terlihat mendekati normal. Meskipun tes tersebut sangat sensitif (95%) namun sangat tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan trombositopenia dari berbagai sebab dapat mempunyai peningkatan IgG trombosit. (Arief mansoer, dkk). Diagnosis ITP adalah pada pemeriksaan terdapat perdarahan di kulit bahkan mimisan dan pada laboratorium jumlah trombosit menurun dan pada pemeriksaan BMP (bone marrow puncture) terdapat sel megakariosit.

Pengobatan ITP umumnya tidak memerlukan pengobatan yang serius tetapi bila terjadi perdarahan dan jumlah trombosit menurun hingga dibawah 20.000/ul maka dianjurkan untuk transfusi trombosit. Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah dengan pemberian kortikosteroid dan dihentikan obat ini bila sudah meningkat jumlah trombositnya. Perhatian yang harus diingat pada penderita ITP adalah hindari obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, hindari benturan yang membuat luka.(Arief mansoer, dkk) .

ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa. Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel darah merah yang sangat rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan tiba- tiba. Gejala-gejala yang umumnya muncul diantaranya luka memar dan bintik- bintik kecil berwarna merah dipermukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan gusi berdarah. (Familydoctor, 2006) . Karena sebagian besar anak penderita ITP dapat pulih tanpa penanganan medis, banyak dokter yang merekomendasikan untuk melakukan observasi ketat dan sangat hati-hati terhadap penderita serta penanganan terhadap gejala-gejala perdarahannya. Penderita tidak perlu dirawat di Rumah Sakit jika penanganan dan perawatan intensif dan baik ini tersedia di rumah. Akan tetapi, beberapa dokter merekomendasikan penanganan medis singkatdengan pengobatan oral Prednisone atau pemasangan infus (masuk ke urat darah halus) berisikan zat gamma globulin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah penderita dengan cepat. Kedua jenis obat ini memiliki beberapa efek samping.

Penanganan medis terhadap penyakit ITP yang diderita orang dewasa lebih ditujukan untuk meningkatkan jumlah sel darah merahnya. Ini tidak sama dengan menyembuhkan penyakit ITP-nya. Penderita ITP mungkin diharuskan untuk mengkonsumsi obat Prednisone selama beberapa minggu, atau bahkan lebih
lama. Akan tetapi, saat pengobatan oral ini dihentikan, jumlah sel darah merah dalam tubuh penderita mungkin saja akan rendah kembali.
Jika pengobatan prednisone tidak juga banyak membantu, organ limpa penderita mungkin akan dikeluarkan melalui tindakan operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian besar antibodi yang selama ini menghancurkan sel-sel darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk menghancurkan sel-sel darah yang tua atau rusak. Di lain pihak, bagi orang dewasa yang sehat, tindakan operasi pengeluaran organ limpa bukanlah kategori tindakan medis yang serius.

B. Kesimpulan

Pada skenario, didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut :

a) Leukosit : 14.000/mm3

b) Hb : 11 gr%

c) Trombosit : 100.000/mm3

d) Protrombin Time : 18 detik

e) Activated Partial Tromboplastin Time : 45 detik

Kadar leukosit menunjukkan terjadinya leukositosis dalam darah, sedangkan pada Hb menunnjukkan adanya penurunan dari kadar nilai normal. Nilai trombosit yang terjadi menunjukkan yang menunjukkan bahwa anak ini mengalam trombositopenia yang ditandai dengan adanya penurunan trombosit hingga 100.000/mm3 . Diduga, trombositopenia ini terjadi karena adanya gangguan hemostasi. Sedangkan pada Protrombin Time & Activated Partial Tromboplastin Time menunjukkan adanya kenaikan dikarenakan terjadinya gangguan pada pembekua darah.

Gangguan hemostasis yang terjadi diduga adalah ITP (idiopatik trombositipenik purpura). Oleh karena itu, pengobatan yang dapat diberikan ialah terapi awal dengan pemberian kortikosteroid bila trombosit < 50.000/mm3 dan obat ini dihentikan bila sudah meningkat jumlah trombositnya. Tetapi, bila jumlah trombosit tidak kembali normal setelah pemberian kortikosteroid dan pemberian immunoglobin intravena, maka dilakukan splenektomi dengan indikasi tertentu.Untuk dapat mendiagnosa secara pasti, diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan imunogobin.

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 241 – 243

2. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik, ILMU PENYAKIT DALAM JILID II, hal : 659. Jakarta: FKUI

3. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Dasar-Dasar Hemotasis, ILMU PENYAKIT DALAM JILID II, hal : 749. Jakarta: FKUI

4. Sudoyo, W. Aru, dkk. Jilid 2. Edisi V. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 1169-1173 Jakarta : Interna Publishing

5. Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 2007. ILMU KESEHATAN ANAK, Jilid 1, hal: 479. Jakarta : FKUI

6. Baratawidjaja, Karnen, dkk. 2010. Buku Imunologi Dasar, edisi IX. Jakarta : Balai Penerbit FK UI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar