Rabu, 04 Mei 2011

Bagaimana membedakan DBD , Demam Typoid, dan Penyakit lainnya ??

Ayah seorang yang baru saja meninggal karena keganasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sempat bingung. Sebelum meninggal sudah 3 kali anaknya dibawa ke dokter dan 3 kali itu juga mendapat diagnosis yang berbeda. Hari pertama didiagnosis infeksi tenggorok, pada hari ke III setelah cek darah diagnosis berubah menjadi tifus dan akhirnya pada hari ke V divonis DBD sebagai penyebab kematiannya.

Peristiwa ini sering dialami oleh penderita DBD, karena gejala awal DBD awalnya mirip dengan banyak penyakit lainnya. Masyarakat dituntut mempunyai pengetahuan yang baik dan kecermatan yang tinggi untuk membedakan DBD dengan penyakit lainnya.

Sedangkan seorang klinisi atau dokter dituntut kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, proses terjadinya penyakit, ketajaman pengamatan klinis dan interpretasi laboratorium yang benar. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, serta pemeriksaan penunjang laboratorium dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai. Keterlambatan diagnosis berakibat keterlambatan penanganan yang berpotensi meningkatkan resiko kematian.

MANIFESTASI KLINIS YANG BERVARIASI
Peristiwa pitfall diagnosis atau kesalahan diagnosis penyakit DBD yang paling sering terjadi adalah demam tifoid, faringitis akut (infeksi tenggorok), ensefalitis (infeksi otak), campak, flu atau infeksi saluran napas akut lainnya yang disebabkan karena virus. Bahkan belakangan ini terdapat beberapa kasus yang awalnya dicurigai flu burung tetapi ternyata mengalami penyakit DBD. Hal ini terjadi karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD sangat bervariasi. Mulai dengan gejala yang bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya hingga gejala klinis yang berat.
Penderita DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare, kejang atau kesadaran menurun. Gejala ini juga mirip pada banyak penyakit infeksi virus atau infeksi bakteri lainnya yang menyerang tubuh.
Menurut kriteria WHO (World health Organozation) diagnosis DBD hanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit. Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 °C- 40 °C.) disertai manifestasi pendarahan berupa bintik perdarahan di kulit, pendarahan selaput putih mata, mimisan atau berak darah.
Penyakit ini ditandai oleh pembesaran hati, syok atau tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan trombosit sampai kurang dari 100.000 /mm³ pada hari ke III-V dan meningkatnya nilai hematokrit (>40%). Bila klinisi cermat dalam ketajaman klinisnya, maka pemeriksaan laboratorium lain untuk konfirmasi diagnosis secara umum mungkin tidak diperlukan bila tanda dan gejala di atas sudah cukup jelas. Pemeriksaan dengue blot IgG dan IgM, isolasi virus dan pemeriksaan serologi mungkin hanya diperlukan dalam bidang penelitian atau kasus yang sulit. Karena pemeriksaan tersebut sangat mahal dan khususnya pemeriksaan dengue blot sensitifitasnya tidak terlalu tinggi.

PITFALL DIAGNOSIS PENYAKIT TIFUS
Sering dijumpai penderita DBD juga mengalami pitfaall diagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Kesalahan lain, sering dianggap bahwa demam disebabkan karena penyakit DBD dan tifus secara bersamaan. Kesalahan ini sering terjadi karena pemahaman yang kurang tentang dasar diagnosis penyakit, perjalanan penyakit dan interpretasi laboratorium. Pola demam pada DBD biasanya mendadak tinggi, terus menerus tidak pernah turun dalam 2 hari pertama, menurun pada hari ke III dan menigkat lagi hari ke IV-V. Demam pada penyakit tifus biasanya tinggi terutama malam hari. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit tifus pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus.
Pada beberapa penelitian menunjukkan, gangguan mekanisme pertahan tubuh pada penderita hipersensitif atau alergi sering menimbulkan hasil widal ”false positif”. Artinya, hasilnya positif tetapi belum tentu benar mengalami penyakit tifus. Hal lain yang harus diketahui, antibodi widal dapat bertahan terus pada penderita selama 6 bulan hingga 2 tahun meskipun penyakit tifusnya sudah membaik. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas.
Sejauh ini akurasi tes widal sebagai diagnosis penyakit tifus masih banyak terdapat kelemahannya. Diagnosis pasti penyakit tifus adalah dengan pemeriksaan kultur darah, bukan dengan pemeriksaan widal.

PENYAKIT CAMPAK DAN ISPA
Manifestasi yang tidak biasa pada penderita DBD adalah timbul rash atau bercak kemerahan yang mirip dengan penyakit campak. Hal ini sering terjadi pada penderita yang sebelumnya sering mengalami riwayat hipersensitif atau alergi pada kulit. Pada penyakit campak, bercak merah timbul biasanya pada demam hari ke III-V, kemudian akan berkurang pada minggu keII dan menimbulkan bekas terkelupas dan bercak kehitaman. Penyakit campak harus diawali dengan keluhan pilek dan batuk mulai demam hari pertama. Pada penderita DBD, biasanya bercak ini timbul saat hari ke II-III, hari ke IV-V menghilang dan tidak diikuti proses terkelupas dan bercak kehitaman pada kulit.
Pada awal perjalanan penyakit, DBD sangat sulit dibedakan dengan Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) seperti flu, infeksi tenggorok atau infeksi lainnya yang disebabkan karena virus. Gejala batuk, pilek, demam hampir sama. Mungkin yang sedikit dapat menjadi perhatian adalah bila pada penyakit flu biasanya diawali dengan batuk dan pilek pada saat demam hari pertama, akan menghilang secara bertahap setelah 7-14 hari. Sedangkan pada penyakit DBD, biasanya timbul batuk dan pilek saat demam hari ke III-V, pada setelah hari ke VI batuk drastis menghilang. Penderita DBD yang mengalami keluhan batuk atau pilek, biasanya sebelumnya mempunyai riwayat hipersensitif pada saluran napas atas dan sering mengalami pilek, batuk berulang, lama atau asma.

BAGAIMANA MENYIKAPINYA
Kesalahan diagnosis dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis yang berujung pada keterlambatan penanganan dan berpotensi meningkatkan resiko kematian. Diperlukan pemahaman yang baik tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, proses terjadinya penyakit, ketajaman pengamatan klinis dan interpretasi laboratorium yang benar. Hasil pemeriksaan laboratorium tertentu bukan satu-satunya konfirmasi diagnosis, harus diikuti ketajaman pengamatan klinis dan interpretasi yang benar. Penanganan suatu penyakit yang ideal bukan hanya sekedar mengobati hasil laboratorium tetapi memberikan terapi yang benar berdasarkan tanda dan gejala penyakit yang ada pada penderita.
Dalam keadaan kasus penyakit DBD yang meningkat seperti sekarang ini, bila didapatkan tanda dan gejala DBD tetapi disertai penetapan diagnosis penyakit lain maka sebaiknya fokus utama penatalaksanaan pada kecurigaan penyakit DBD. Dalam keadaan tertentu mungkin lebih baik terjadi overdiagnosis DBD, dibandingkan underdiagnosis DBD. Karena, keterlambatan penanganan penyakit DBD, lebih fatal dibandingkan penyakit lainnya. Tetapi bukan berarti setiap demam harus dicurigai DBD, memang sulit khan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar